Stunting Masih Tinggi di Indonesia, Kemenkes Dorong 3 Upaya Penanganan dan Pengobatan

By Shannon Leonette, Kamis, 30 Mei 2024 | 10:30 WIB
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dorong beberapa upaya berikut sebagai bentuk penanganan dan pengobatan stunting di Indonesia. (Nakita.id/Nita)

Nakita.id - Stunting masih menjadi permasalahan serius di Indonesia.

Sebagai gambaran, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dan 21,6 persen di tahun 2021 dan 2022.

Padahal, Presiden RI Joko Widodo mendorong untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen di tahun 2024.

“Kita sudah belajar bahwa intervensi atau program yang harus kita lakukan untuk bisa menurunkan stunting, fokus diarahkan bagi wanita sebelum melahirkan,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, seperti dikutip dari laman Sehat Negeriku - Kementerian Kesehatan.

“Jadi yang intervensi akan fokus diarahkan pada wanita sebelum melahirkan, baik remaja di kelas 7 ke atas dan juga pada saat ibunya hamil itu adalah titik yang paling rawan menyebabkan stunting,” lanjutnya menyampaikan.

Untuk itulah, Budi menyebut ada tiga upaya yang bisa dilakukan Kemenkes. Berikut selengkapnya.

Upaya Penanganan dan Pengobatan Stunting di Indonesia

1. Pemberian TTD bagi Remaja Putri

Upaya pertama yang bisa dilakukan adalah memberikan TTD (tablet tambah darah) bagi para remaja putri.

Pemberian TTD ini dilakukan secara mingguan, dan disertai juga dengan aktivitas fisik serta konsumsi makanan bergizi seimbang.

“Untuk remaja kita harus pastikan mereka tidak kekurangan gizi dan zat besi, jadi harus ada program untuk memastikan para remaja kita sebelum hamil tidak kekurangan zat besi,” ungkap Budi.

2. Pemeriksaan Kesehatan Ibu Hamil

Upaya yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan ibu hamil.

Mulai dari pemberian TTD, pemeriksaan kehamilan, hingga pemberian makanan tambahan pada ibu hamil.

Baca Juga: Pengaruh Stunting Menurut BKKBN dan Upaya Penyelesaiannya

“Gizi dan zat besi pada ibu hamil harus tercukupi. Programnya adalah kita kasih makan yang cukup, untuk melaksanakan ini kita butuh bantuan pemda,” ungkap Budi.

Selain itu, Budi juga menyampaikan bahwa Kemenkes memberikan USG ke seluruh puskesmas.

Kemenkes juga mewajibkan ibu hamil datang minimal enam kali selama sembilan bulan, untuk melihat perkembangan janinnya cukup atau tidak.

“Kalau tidak, kita bisa segera lakukan intervensi,” tekan Budi.

3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Upaya ketiga adalah dengan pemberian makanan tambahan berupa protein hewani untuk anak usia 6-24 bulan.

Menurut Budi, protein hewani yang digunakan tidak perlu yang mahal-mahal.

“Ada banyak sumber protein hewani yang harganya terjangkau dan bisa didapatkan di sekitar kita.

Yang paling penting menurunkan stunting dengan menambahkan protein hewani seperti telur, ikan, ayam, daging dan susu,” ujarnya.

Menurutnya ketiga upaya tersebut mendesak untuk dilaksanakan, guna memastikan intervensi berjalan optimal.

Selain itu, Kemenkes telah menambahkan dua metode pengukuran yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan.

Untuk remaja putri, pemberian TTD dilakukan dengan mengukur kadar hemoglobin dalam darah menggunakan alat HB meter.

Baca Juga: Stunting di Indonesia Dipicu oleh Pernikahan Dini, Ini Penjelasannya

Alat cek HB ini telah tersedia dan siap didistribusikan ke seluruh puskesmas di Indonesia.

“Pemerintah pusat sudah membeli 10 ribu HB Meter mobile untuk seluruh puskesmas, yang bisa dibawa ke sekolah-sekolah untuk mengikuti apakah sudah cukup zat besinya. Kalau belum berarti setiap hari harus minum TTD,” lanjut Budi menjelaskan.

Sementara untuk ibu hamil, pengukuran zat besi dan gizi dilakukan dengan penyediaan USG di semua puskesmas.

Melalui alat ini, perkembangan dan pertumbuhan bayi bisa terpantau, sehingga jika ada kondisi yang tidak sesuai dapat segera terdeteksi.

“Pengadaan USG ini akan dilakukan bertahap. Tahun ini 60 persen, tahun depan sisanya 40 persen,” terang Budi.

USG dipilih, karena bisa mengukur panjang bayi di dalam janin.

“Kalau saat diukur tubuhnya pendek, kita jadi tahu ibunya kekurangan gizi jadi kita lakukan intervensi lebih banyak untuk menambah gizi sang ibu,” jelas Budi.

Dengan dukungan dan kolaborasi lintas sektor dan program, beliau optimis ketiga program intervensi tersebut dapat berhasil dan mampu mengurangi angka kejadian stunting di Indonesia.

“Kalau ketiganya bisa kita lakukan, InsyaAllah stuntingnya bisa turun, dukungan seluruh pihak sangat penting untuk memastikan intervensi ini berjalan optimal,” tutup Budi.

Yuk, kita sama-sama cegah stunting sejak dini.

Sehingga, kita bisa lahirkan generasi Indonesia emas sesuai yang sudah diharapkan pemerintah. (*)

Baca Juga: Anak Stunting Bisa Disebabkan oleh Pola Asuh yang Salah, Benarkah?