Cut Intan Nabila 5 Tahun Alami KDRT Suami, Apa Dampaknya Bagi Psikologis?

By Diah Puspita Ningrum, Rabu, 14 Agustus 2024 | 16:00 WIB
Dampak psikologis yang dialami korban KDRT seperti Cut Intan Nabila (Instagram Cut Intan Nabila)

Nakita.id - Cut Intan Nabila mengaku sudah 5 tahun lebih mengalami KDRT dari sang suami, Armor Toreador.

Hal ini disampaikan Intan Nabila dalam postingan Instagram mengunggah bukti video kekerasan dari suaminya.

"Selama ini saya bertahan karna anak, ini bukan pertama kalinya saya mengalami KDRT, ada puluhan video lain yang saya simpan sebagai bukti, 5 tahun sudah berumah tangga, banyak nama wanita mewarnai rumah tangga saya, beberapa bahkan teman saya."

"Sudah berkali-kali saya maafkan, tapi tak pernah terbuka hatinya, ternyata benar, perselingkuhan dan KDRT tidak akan pernah berubah, maafkan saya jika selama ini menutup diri, membuat beberapa konten menyinggung, saya seorang diri tidak pernah membuka aib rumah tangga saya, saya jaga martabatnya, hari ini saya sudah tidak bisa menahan semua sendiri," tulis caption Instagram Intan Nabila.

Hal serupa didapati dari keterangan Armor Toreador setelah ditangkap polisi pada Selasa (13/8/2024) kemarin.

Armor diamankan di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan setelah videonya melakukan kekerasan dalam rumah tangga diunggah oleh Intan.

Dihadapan awak media, Armor mengaku telah melakukan KDRT lebih dari 5 kali kepada sang istri. KDRT tersebut juga berlangsung sejak tahun 2020 silam.

Kasus KDRT ini telah menarik perhatian masyarakat Indonesia sampai membuat KPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) turun tangan.

Berbagai pihak pun akan melakukan pendampingan pada Intan Nabila dan anak-anaknya atas kasus KDRT Armor.

Polisi menyampaikan bahwa KPPA akan melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap kondisi psikologis Cut Intan Nabila selaku korban KDRT.

Lantas, apa sebenarnya dampak KDRT pada psikologis korban?

Baca Juga: Mencegah Fenomena ‘Marriage is Scary’ dari Pernikahan Cut Intan Nabila dan Aprila Majid

Dampak Psikologis pada Korban KDRT

1. Trauma dan Stres Pasca-Trauma (PTSD)

Salah satu dampak psikologis utama dari KDRT adalah trauma yang mendalam.

Korban KDRT seringkali mengalami peristiwa traumatis berulang kali, yang dapat mengakibatkan stres pasca-trauma atau PTSD.

PTSD adalah kondisi yang ditandai dengan kilas balik, mimpi buruk, kecemasan yang parah, dan pikiran tak terkendali tentang peristiwa traumatis.

Korban KDRT mungkin merasa terus-menerus waspada atau cemas, seolah-olah bahaya selalu mengintai.

Mereka bisa mengalami serangan panik, ketidakmampuan untuk merasa aman, dan bahkan menghindari situasi atau tempat yang mengingatkan mereka pada kekerasan.

Trauma ini dapat bertahan lama setelah kekerasan fisik berhenti, dan memerlukan terapi yang intensif untuk pemulihan.

2. Kehilangan Rasa Diri dan Harga Diri

Bertahun-tahun mengalami KDRT dapat merusak rasa diri dan harga diri korban. Pelaku KDRT sering kali menggunakan manipulasi emosional, penghinaan, dan penurunan harga diri untuk mengendalikan korban.

Akibatnya, korban mulai meragukan nilai diri mereka, merasa tidak berharga, dan menginternalisasi perasaan malu dan bersalah.

Korban mungkin merasa bahwa mereka tidak pantas mendapatkan perlakuan yang lebih baik, atau mereka bertanggung jawab atas kekerasan yang mereka alami.

Kehilangan rasa diri ini bisa menghambat korban dalam mengambil keputusan penting, seperti meninggalkan hubungan yang abusif atau mencari bantuan.

Bahkan setelah mereka berhasil keluar dari situasi KDRT, pemulihan harga diri bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Baca Juga: Viral Kasus Ayah Aniaya Balita 1 Tahun, Bagaimana Cara Lindungi Anak dari KDRT?

3. Depresi dan Kecemasan

Depresi dan kecemasan adalah dua kondisi psikologis yang umum di antara korban KDRT.

Hidup dalam ketakutan dan tekanan terus-menerus dapat menyebabkan perasaan putus asa, kelelahan emosional, dan hilangnya minat terhadap hal-hal yang sebelumnya dinikmati.

Korban mungkin merasa terjebak dalam situasi tanpa jalan keluar, yang semakin memperburuk depresi mereka.

Kecemasan sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan korban KDRT.

Mereka mungkin merasa cemas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, bagaimana mereka akan bertahan, atau bagaimana mereka akan melindungi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.

Kondisi ini dapat menyebabkan insomnia, gangguan makan, dan berbagai masalah kesehatan fisik yang terkait dengan stres kronis.

4. Gangguan Kepercayaan

Kekerasan yang berulang kali dialami oleh korban KDRT dapat merusak kemampuan mereka untuk mempercayai orang lain.

Mereka mungkin merasa sulit untuk mempercayai pasangan baru, teman, atau bahkan anggota keluarga.

Gangguan kepercayaan ini bisa menjadi hambatan besar dalam membangun hubungan baru yang sehat dan mendukung.

Ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain juga dapat memicu isolasi sosial, di mana korban menarik diri dari interaksi sosial karena takut disakiti lagi.

Isolasi ini hanya memperparah rasa kesepian dan ketidakberdayaan yang sering dirasakan oleh korban KDRT.

Baca Juga: BERITA POPULER: 10 Minuman Sebelum Tidur Bikin Glowing hingga Cara Mencegah KDRT

5. Pengaruh Terhadap Hubungan Sosial dan Keluarga

KDRT dapat mempengaruhi hubungan sosial dan keluarga korban secara signifikan.

Korban mungkin merasa malu atau takut untuk mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka, yang dapat menyebabkan mereka menjauh dari teman-teman dan keluarga.

Mereka mungkin juga merasa bahwa tidak ada yang akan percaya atau memahami situasi mereka, yang semakin memperburuk isolasi sosial.

Dalam beberapa kasus, pelaku KDRT secara aktif mengisolasi korban dari dukungan sosial mereka, yang membuat korban semakin terisolasi dan tergantung pada pelaku.

Isolasi ini mempersulit korban untuk mencari bantuan atau melarikan diri dari situasi yang berbahaya.

6. Kesulitan dalam Mengasuh Anak

Korban KDRT yang memiliki anak sering kali menghadapi tantangan tambahan dalam mengasuh anak mereka.

Trauma yang dialami oleh korban dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang konsisten dan mendukung bagi anak-anak mereka.

Mereka mungkin merasa kewalahan oleh kebutuhan anak-anak mereka atau merasa takut bahwa mereka tidak mampu melindungi anak-anak dari pelaku kekerasan.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan juga berisiko mengalami dampak psikologis yang sama, termasuk trauma, gangguan kecemasan, dan masalah perilaku.

Hal ini bisa menambah tekanan pada korban, yang harus berjuang untuk memulihkan kesejahteraan emosional mereka sendiri sambil juga memastikan kesejahteraan anak-anak mereka.

Baca Juga: Adik Raffi Ahmad Gugat Cerai Suami, Nisya Ahmad Ternyata Alami KDRT?