Komunikasi Bangun Percaya Diri

By Ipoel , Minggu, 16 Desember 2012 | 20:00 WIB
Komunikasi Bangun Percaya Diri (Ipoel )

Ayah: (Sewaktu terburu-buru harus berangkat.) Iya hebat, deh! Kali ini boleh Ayah bantuin enggak? Soalnya kita harus buru-buru, Nak. Eyang, Bude, Tante dan Om sudah menunggu kita di rumahnya.

Anak: Enggak mau! Aku mau makan sendiri. Aku kan udah gede.

Ayah: Iya deh. Kalau begitu Ayah tunggu saja, ya. Setuju kan kalau nanti Ayah ceritakan ke Eyang bahwa Adek sudah jago makan sendiri.

Dalam contoh di atas terlihat, meski anak butuh bantuan, orangtua menyampaikannya dengan kalimat yang tidak menjatuhkan harga diri si anak. Anak tetap aware bahwa hanya pada situasi tertentu ia perlu dibantu, tapi pada dasarnya ia harus mencobanya sendiri. Bandingkan dengan, "Ayo Mama bantuin pakai bajunya. Afsal kan pakai bajunya masih lelet banget sementara kita harus buru-buru nih!" Kalimat seperti ini jelas-jelas melecehkan. Anak merasa tak dipercaya, merasa dikecilkan, dan usahanya pun dianggap tak bermakna sama sekali. Semestinya, orangtua bisa memaklumi keterbatasaan anak, jangan terbiasa underestimate.