Anak Rentan Mengalami Pelecehan Seksual Bila...

By Ipoel , Selasa, 15 April 2014 | 08:00 WIB
Anak Rentan Mengalami Pelecehan Seksual Bila... (Ipoel )

TabloidNakita.com - Kejadian pelecehan seksual pada anak balita mengancam kita. Nah, ada banyak faktor yang menyebabkan anak rentan mengalami pelecehan seksual. Yang utama jelas adalah pengawasan lingkungan, baik itu lingkungan rumah maupun sekolah. Pengawasan lingkungan yang baik akan meminimalkan anak dari pelecehan seksual atau menjadi korban kejahatan seksual. Meski begitu, ada satu hal yang juga tak kalah penting mengapa anak rentan mengalami pelecehan seksual, ungkap Lucy Herny, Pelaksana Program Perempuan dan Anak, PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat, faktor-faktor tersebut antara lain: 

1. Adanya gap komunikasi

Orangtua merasa paling tahu sehingga komunikasi berlangsung satu arah. Proses memberikan pendapat dan menerima pendapat, proses mendengar dan didengar. Kita seringkali mengabaikan hal-hal ini terlebih pada keterampilan kedua yaitu keterampilan mendengar (listening skill). Sering kali kita lupa bahwa proses komunikasi akan berjalan dengan baik apabila pihak-pihak yang terlibat dapat memposisikan dirinya sejajar.

2. Anak kurang mendapat informasi seputar seksualitas

Faktor ini memberikan andil yang cukup besar terhadap munculnya permasalahan tersebut. Banyaknya mitos-mitos seputar seksualitas yang justru masih sangat diyakini kebenarannya oleh si anak. Hal ini kemudian terkait dengan akses di anak dalam menerima informasi yang benar seputar seksualitas. Akibatnya, saat mendapatkan perlakuan kejahatan seksual, anak tak dapat berbuat banyak. 

3. Faktor ketiadaan peran orangtua sebagai sumber informasi yang pertama dan utama

Banyak di masyarakat, para orangtua yang beranggapan berbicara tentang permasalahan seksualitas adalah hal yang tabu--apalagi dibicarakan dengan anak-anak--sehingga masalah seksualitas tidak perlu dibicarakan atau hal yang akan dibicarakan hanya jika dirasa perlu. Padahal dalam hal pendidikan seksualitas, orangtua seharusnya dapat menjadi narasumber dan role model (teladan) pertama dan utama bagi anak, bahkan sejak anak berusia dini (balita).

Dapat dibayangkan kemudian betapa besarnya rasa keingintahuan si anak dan banyaknya pertanyaan-pertanyaan anak yang tidak terjawab oleh orangtua, sehingga jangan salahkan anak, kalau kemudian si anak mencari sendiri sumber-sumber informasi itu terlepas dari apakah informasi-informasi yang diterimanya kemudian adalah informasi yang benar atau salah.

4. Konsep/citra diri diri anak yang buruk

Faktor lain yang menyebabkan hal di atas adalah ketidakmampuan si anak untuk menolak (berkata “tidak”) apalagi dengan sikap asertif (positif).  Nah, ketidakmampuan ini terkait dengan konsep diri yang dimiliki anak. Apakah si anak memiliki konsep diri yang positif (misalnya percaya diri) atau negatif (misalnya memandang jelek diri sendiri). Sedangkan proses menumbuhkan konsep diri anak pada gilirannya erat kaitannya dengan pola asuh orangtua.

Yang harus dipahami adalah pola asuh orangtua mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk bukan hanya perilaku anak akan tetapi juga konsep diri anak, yang dapat menentukan bagaimana seorang anak akan dapat berpikir dan bersikap. Termasuk berpikir dan bersikap untuk menolak berhubungan seks dini, karena anak telah dibekali oleh pengetahuan dan nilai dari dalam diri anak. Ini yang seringkali kita lengah sebagai orangtua.

Apabila kita renungkan bersama yang sering terjadi, kita sebagai orangtua  kerap kali bersikap sebagaimana orangtua yang :