*“Sok tahu”
Dengan mengatakan kepada anak : “Iya, kan. Apa Ibu/Ayah bilang, harusnya kan kamu tidak melakukan hal itu. Lihat akibatnya sekarang. Itu karena kamu tidak mendengarkan Ibu/Ayah”.
*Bergaya komandan.
Dengan mengatakan kepada anak :“Jangan menangis terus, nanti malah Ibu/Ayah pukul”
*Menceramahi
Orangtua seperti ini bersikap terlalu mengatur dan menilai sesuatu tanpa memberikan kesempatan kepada si anak untuk berpendapat. Bukan berarti dengan hal ini orangtua tidak bolah menegakkan disiplin yang ada. Akan tetapi orangtua harus juga bisa menggali pendapat anak, bukan hanya menceramahi.
*Judgemental (penilai)
Dengan mengatakan kepada anak :“Ibu/Ayah pikir, itu memang salahmu kok, bukan temanmu. Pantas saja kamu jadi dijauhi oleh teman-temanmu. Iya kan, iya kan ?! “
*Menyindir (nyinyir)
Orangtua yang biasa menyindir, senang mengolok-olok atau memberikan gelar atau julukan yang tidak baik bagi anak.
*Pemeriksa
“Setelah Ibu/Ayah lihat, kesalahan kamu itu adalah bla, bla, bla.”
Nah, gaya-gaya komunikasi tersebut diatas masih banyak dipakai oleh kebanyakan orangtua. Dan tanpa disadari oleh orangtua, ke semua gaya di atas, bukan hanya menyakitkan hati anak. Akan tetapi lebih jauh dari itu, anak akan merasa diintimidasi terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan menyebabkan anak akan memandang negatif terhadap dirinya sendiri.
Penjelasan di atas menyarankan orangtua mengubah pola komunikasi sekaligus pola asuh di rumah. Dengan begitu, anak memiliki benteng saat berhadapan dengan Meski begitu, seperti dijelaskan di atas, pengawasan orang dewasa di lingkungan sekolah maupun rumah tetap menjadi faktor penting dalam mencegah pelecahan seksual. Ingat, anak adalah sosok tak berdaya bila berhadapan dengan orang dewasa.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
KOMENTAR