Efek Membentak Anak Sama dengan Memukul, Bahkan Sampai Ia Remaja!

By Amelia Puteri, Senin, 23 Juli 2018 | 09:52 WIB
Membentak anak agar disiplin sama dengan memukulnya (freepik.com/peoplecreations)

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2003 di Journal of Marriage and Family meneliti keluarga yang melakukan 25 atau lebih insiden berteriak dalam 12 bulan.

Hasilnya, ditemukan anak-anak dapat berakhir dengan harga diri rendah, peningkatan agresi terhadap orang lain dan tingkat depresi lebih tinggi.

Dalam keluarga-keluarga ini, para peneliti mencatat bahwa jenis teriakan yang dikategorikan sebagai pelecehan verbal atau emosional lebih dari sekadar berteriak pada anak-anak.

BACA JUGA: Menu Makan Siang Siswa di Beberapa Negara, Lebih Sehat Mana Dibanding Bekal Si Kecil?

Ini adalah bentuk konstan "agresi psikologis," dan sering meningkat menjadi penghinaan atau kata-kata penghinaan.

Mempertimbangkan seberapa sering Moms dapat kehilangan kesabaran, penelitian ini adalah alasan yang baik dalam menghentikan kebiasaan komunikasi yang buruk, sebelum Si Kecil memasuki usia remaja.

Jurnal Study of Marriage and Family mengungkapkan hampir 90% dari hampir 1.000 orangtua yang disurvei mengatakan bahwa mereka berteriak, menjerit pada anak-anak.

"Berteriak bukan teknik disiplin yang konstruktif, itu merupakan reaksi," jelas Stephanie Cristina, psikolog anak di Ottawa.

BACA JUGA: Harga Telur Naik Hingga 31 Ribu Per Kilo, Peternak Ayam Jelaskan Alasannya

Berteriak mungkin akan mendapatkan perhatian anak dan menghentikan perilaku nakal dalam sekejap.

Namun, berteriak "tidak mengajarkan anak apa pun tentang bagaimana berperilaku yang benar," katanya.

Berteriak juga menyebabkan reaksi fisiologis baik pada orangtua maupun anak-anak.

Kylee Goldman, seorang terapis anak dan keluarga di Aurora, Ontario, menjelaskan ketika Moms merasa frustrasi, otak melepaskan kortisol (hormon stres).

BACA JUGA: Punya Followers Ratusan Ribu Hingga Wisata ke Luar Negeri, 5 ART Selebriti Ini Bikin Iri!

"Pusat kognitif otak mati dan pusat emosi mengambil alih," kata Goldman.

"Otak anak-anak mengikuti pola yang sama. Tingkat kortisol mereka naik karena stres, emosi mereka mengambil alih.

Jika stres semacam ini berlanjut selama bertahun-tahun, fungsi emosional anak dapat terpengaruh saat ia tumbuh dewasa," jelasnya.