Penyebab dan Penanganan Tifus Pada Bayi

By Ipoel , Kamis, 24 Januari 2013 | 22:00 WIB
Tifus Pada Bayi (Ipoel )

Nakita.id - Bayi bisa kena tifus? Anda pasti akan geleng-geleng kepala, bukankah penyakit ini lebih sering dialami anak atau dewasa yang  sudah mengonsumsi jajanan dari luar yang tidak terjamin kebersihannya?

Pendapat itu tidaklah keliru. Meski begitu, bukan berarti bayi bebas dari serangannya.

Tifus merupakan penyakit infeksi yang selalu ada di masyarakat (endemik) mulai usia bayi hingga dewasa.

Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 900 per 100.000 penduduk per tahun dan lebih banyak mengenai anak 3-19 tahun,  penderitanya tersebar di mana-mana serta ditemukan hampir sepanjang tahun.

Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi. Kuman ini memang gampang menyebar, apalagi di tanah air yang kondisi sanitasinya buruk.

Genangan air kotor, makanan tercemar, sampah, dan lingkungan yang kurang bersih merupakan sarang kuman tifus.

Untuk selanjutnya, binatang seperti lalat dan kecoak dapat menjadi penyebar kuman ini kepada manusia.

Kurang Terjaga Kebersihan

Penularan tifus umumnya terjadi lewat makanan yang kurang bersih.

Pada bayi ASI, ketika usianya 6 bulan ke atas, karena sudah mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI), bila kebersihannya saat pengolahan, penyajian, maupun pemberian kurang diperhatikan, maka si kecil berisiko terserang tifus.

Misalnya saja, ibu memberi makan bayinya sambil jalan-jalan sementara wadah makanan itu dibiarkan terbuka, sehingga lalat bisa menghinggapinya.

Selain dari makanan yang tercemar, penularan tifus ke bayi juga bisa terjadi lewat orang dewasa sehat yang membawa kuman tifus (healthy carrier).

Pembawa kuman tifus ini umumnya pernah sakit tifus tetapi tidak menjalani pengobatan dengan tuntas.

Meski gejala tifusnya sudah dapat diatasi, pengobatan tidak tuntas memungkinkan kuman tetap bertahan dalam tubuh dan menyebar ke orang lain.

Utamanya jika orang ini tidak mencuci tangannya dengan bersih setelah cebok kemudian menggunakan tangannya mengolah makanan.

Makanan yang tercemar kuman tifus akan masuk ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil, kemudian masuk ke dalam peredaran darah.

Kuman pertama kali sampai di dalam peredaran darah dalam waktu singkat, yaitu 24--72 jam setelah kuman masuk dari mulut.

Ironisnya, meskipun belum menimbulkan gejala, kuman itu sudah bisa mencapai organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, bahkan ginjal.

Pada akhir masa inkubasi yaitu 5–9 hari, kuman kembali masuk ke aliran darah (untuk kedua kali) dan menimbulkan gejala demam tifoid.

Kenali Gejalanya

Berbeda dari orang dewasa, tifus pada bayi sulit terdeteksi.

Walhasil, penegakkan diagnosis tifus pun tidaklah mudah.

Umumnya bayi hanya menangis atau rewel bila mengalami ketidaknyamanan.

Begitu pun ketika sakit, ia hanya bisa menangis. Tak mudah menentukan gejala secara spesifik, apalagi kalau demamnya hanya 1--2 hari.

Hanya saja, ibu perlu mencurigai serangan tifus bila:

1. Bayi mengalami demam yang turun naik dalam waktu lama (lebih dari 5 hari), dengan pola demam naik turun, naik di sore atau malam hari, lalu biasanya menurun di pagi hingga siang hari.

2. Mengalami gangguan buang air besar, bisa berupa diare atau bahkan sulit BAB. Ini terjadi lantaran kuman yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan sehingga terjadi diare.

Namun, dalam beberapa kasus bayi justru  mengalami konstipasi (sulit buang air besar).

3. Mengalami ”lidah kotor” atau lidah tampak memutih dengan ujung dan tepi kemerahan.

4. Mengalami mual dan muntah. Penyebabnya, si kuman berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung dan timbullah rasa mual.

Mual yang berlebihan menyebabkan makanan tak bisa masuk secara optimal dan akhirnya dimuntahkan.

Bila gejala-gejala tadi terjadi pada bayi, segera periksakan ia ke dokter.