[GloryStory] Anak Mulai Mengenal Alat Tulis, Mana yang Boleh Dicoret, Mana yang Tidak?

By Glory Oyong, Selasa, 21 Agustus 2018 | 13:18 WIB
Glory Oyong (Instagram)

Nakita.id - Apakah anak Moms sudah mulai tertarik dengan pena, pensil atau spidol?

Anak saya Harvey mulai menunjukkan ketertarikannya sejak usia 12 bulan.

Waktu itu saya mulai mengenalkan Harvey pada crayon pertamanya yang memiliki gagang bulat sehingga mudah dipegang (seperti menggenggam).

Tidak hanya dari sisi penggunaan, saya juga teliti memilihkan bahan crayon yang non-toxic (tidak mengandung kimia berbahaya) dan yang clean alias tidak berampas.

Memasuki usia 15 bulan, Harvey sudah mulai bisa memegang pensil dan spidol layaknya orang dewasa, di satu sisi saya tentu senang melihat perkembangan anak yang cepat namun di sisi lain saya mulai kewalahan karena Harvey mulai mencorat–coret rumah.

BACA JUGA: Dicibir Karena Fisiknya, Penyanyi Audy Item Justru Mengucap Syukur

Pertama–tama dia mau mengikuti arahan saya untuk hanya mencoret di kertas putih yang disediakan, tapi lama–lama meja belajar, playmat hingga cermin tidak lepas dari corat–coretnya.

Memang sih dulu orang tua pernah berkata “Ada masanya dinding rumah akan penuh dengan corat coret pensil warna” atau “Aah namanya juga anak–anak”.

Tapi benarkah begitu?

Ternyata tidak, Moms!

Meskipun anak masih kecil tapi dia sudah bisa dididik, termasuk diberitahu mana yang boleh dan tidak boleh.

Jadi jangan termakan alasan “ anak masih terlalu kecil “ atau memaklumkan tindakan anak karena dianggap belum mengerti.

Sayapun secara konsisten melarang namun dengan cara mengalihkan, setiap kali Harvey mau mencoret dinding atau karpet.

Setelah beberapa kali diberi pemahaman, BERHASIL!

BACA JUGA: Cerita Haru Dibalik Segaram SMP Yang Selalu Dipakai Joni Saat Ke Jakarta

Harvey tidak lagi mencoret benda–benda selain kertas, namun ternyata Harvey masih mencoret–coret buku bacaannya.

Sampai di titik ini saya kembali galau apakah tidak boleh?

Toh itu juga buku anak–anak, rasanya wajar saja kalau penuh dengan corat–coret.

Namun melalui suatu kelas tentang parenting yang saya ikuti, akhirnya saya mendapatkan jawaban berikutnya, meskipun sama–sama buku untuk anak, namun kita sebagai orang tua harus memberikan arahan tidak semua buku boleh dicoret, misalnya buku cerita, kitab suci, buku milik orang tua, majalah, dan sebagainya.

Dengan diberikan batasan sejak dini, anak akan mengerti mana yang boleh dan mana yang tidak, meskipun dalam hal yang sesederhana buku dan kertas.

Dari hal kecil kita dapat menerapkan cara yang sama untuk hal yang lebih besar dalam hal keteraturan dan peraturan rumah lainnya.

BACA JUGA: Merasa akan Melahirkan, Menteri Perempuan Selandia Baru Tunggangi Sepeda ke Rumah Sakit

Namun jangan lupa ya Moms untuk selalu berikan alasan di balik larangan.

Misalnya, buku cerita ini tidak boleh dicoret ya, karena nanti gambar dan tulisannya tidak terbaca, nanti kamu tidak bisa menikmati gambar dari cerita yang mommy bacakan.

Dengan membiasakan diri memberikan alasan dibalik tindakan kita maka kita juga tanpa sadar akan membentuk pengertian dibenak anak, yang nantinya mengarah ke pembentukan karakter anak. Jika tidak diberikan alasan maka bisa jadi anak hanya menganggap alasan tersebut hanya berlaku

sementara pada saat tersebut saja, sehingga anak cenderung  tidak akan mengubah perilakunya di masa selanjutnya.