Dianggap Tabu, Tidak Adanya Pendidikan Seksual pada Anak Jadi Risiko Tertinggi Maraknya Pelecehan Seksual

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Minggu, 23 September 2018 | 13:34 WIB
Ilustrasi pelecehan (Tribun Manado)

Nakita.id - Maraknya kasus pelecehan seksual di dunia ini seolah sudah tidak bisa ditolerir lagi.

Mirisnya, korban bahkan pelakunya banyak yang merupakan anak di bawah umur, atau anak remaja atau dewasa yang belum menikah tetapi sudah matang dalam hal kesuburan.

Bahkan ada beberapa di antara pelakunya merupakan orang terdekat atau keluarga dekat dari korban sendiri.

Sehingga menimbulkan tanya apakah maksud dan juga tujuan pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap orang terdekatnya.

Banyak di antara kasus pelecehan seksual berakhir pada kematian. Seperti yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu.

Seorang pendaki gunung Singgalang meninggal dunia usai diperkosa oleh rekan dari kekasihnya saat memerlukan bantuan ketika ia mendaki gunung bersama kekasih dan juga kawan-kawannya.

Kejadian ini seolah menjadi lampu merah bagi orangtua dan juga pihak yang terkait, perihal bagaimana menanamkan sikap dan juga perilaku seksual pada anak-anak.

Pada era modern kini, pendidikan seksual masih saja dianggap tabu bagi sebagian masyarakat luas. Bahkan ada yang menilai bahwa membicarakan pendidikan seksual pada anak, merupakan hal yang 'saru' atau kurang lumrah.

Beberapa di antaranya bahkan berpikir bahwa membicarakan pendidikan seksual pada anak merupakan hal yang belum sesuai dan belum sepantasnya.

Padahal menurut sebuah penelitian seperti yang ditulis The Guardian, mencatat bahwa empat dari sepuluh anak remaja mengalami pelecehan seksual karena kurangnya pengetahuan perihal seksual semasa hidupnya.

Baca Juga : Cegah Hamil di Usia Sangat Muda Seperti Kasus Anak SD dan SMP Ini, Begini Pentingnya Pendidikan Seksual untuk Anak!

Mengapa demikian?