Jadi Korban Tsunami Palu, Anak-anak Melihat Jenazah Berserakan, Begini Dampak dan Cara Atasi Trauma!

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Sabtu, 29 September 2018 | 18:06 WIB
Warga berada di luar rumahnya pasca terjadi gempa bumi di kecamatan Sindue, Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018). Gempa bumi berkekuatan 5,9 skala richter dan susulan sebesar 7,7 skala richter mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah (Antara Foto)

Para korban cenderung akan membutuhkan tempat untuk berbagi, sehingga penting untuk berbagi dengan orang atau keluarga terdekat yang bisa memperbaiki trauma juga menumpahkan perasaannya.

3. Aktif dengan bersosialisasi juga tak kalah penting dalam memulihkan trauma.

Baca Juga : Petugas ATC Korbankan Nyawanya Agar Pesawat Lepas Landas Saat Gempa Mengguncang Palu

Para korban akan bergabung dengan suatu kelompok atau perkumpulan yang bisa menjadikan obat penyemangat juga bisa melunturkan insiden mengerikan yang pernah mereka alami.

Tetapi, banyak pula korban yang tetap mengalami trauma meski sudah melakukan segala cara pemulihan personal, sehingga dibutuhkan kehadiran ahli atau hypnosis untuk membantu traumatis mereka.

Menurut Ramani Durvasula, seorang psikolog klinis, riwayat bencana akan membuat seseorang korban mengalami perbedaan yaitu memburuknya kondisi psikologis yang mampu kambuh, sehingga membutuhkan orang lain, atau tempat berbagi.

“Bersiaplah dan miliki jaringan sosial setidaknya untuk menanggulangi stres dengan adanya bantuan dan orang-orang yang mempu mengatasi trauma dan memberi dukungan emosional,” ujar Durvasula.

Seperti yang ditulis dalam laman Good Therapy, korban bencana, terutama gempa, akan mebgalami proses pemulihan emosional yang sangat lama.

Mereka akan memiliki beberapa waktu untuk meratapi ketakutan bahkan juga kehilangan anggota keluarga yang mereka cintai, juga orang-orang terdekatnya.

Lalu bagaimana dengan anak-anak?

Pemulihan Trauma pada Anak-anak

Pada anak-anak, tentu traumatis dan juga ketakutan akan meningkat berpuluh-puluh kali.