Profesor: Alat Pendeteksi Tsunami di Indonesia Kurang Baik dan Rusak, Begini Perhatian Dunia Terhadap Gempa dan Tsunami di Palu

By Riska Yulyana Damayanti, Senin, 1 Oktober 2018 | 15:42 WIB
Palu dari pandangan udara (Tribun Timur)

Banyak bangunan rusak bahkan hingga saat ini masih ada korban gempa yang tertimbun reruntuhan seperti di daerah Hotel Roa Roa.

Banyak korban yang berjatuhan dan ada yang belum ditemukan hingga saat ini.

Kejadian seperti ini bisa diminimalisasi korbannya, jika semua pihak berperan dalam menangani gempa terutama alat pendeteksi gempa yang kita miliki.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Dokter Reisa Bagikan Tips Memuji Anak Tanpa Membuatnya Merasa Terbebani

Seorang profesor di sekolah pasca sarjana di Pittsburgh University, Lousie Comfort mengatakan bahwa Indonesia menggunakan alat pendeteksi gempa seismograf dengan kemampuan efektivitas yang terbatas.

Dilansir dari New York Times, Comfort memiliki proyek untuk membawakan sensor tsunami baru ke indonesia.

Comfort menggambarkan bagaimana alat pendeteksi gempa di Amerika bekerja bahwa di sana terdapat 39 sensor di dasar samudra yang dapat mendeteksi perubahan tekanan yang sangat kecil dan juga bisa menunjukan jalannya tsunami.

Baca Juga : Ruben Onsu Menjadi Target Energi Jahat, Begini Kata Ki Kusumo

Sehingga jika ada perubahan kecil sekalipun dari tekanan laut pasti akan terdeteksi oleh alat mereka.

Setelah terdeteksi, data kemudian diteruskan melalui satelit dan dianalisis oleh petugas, kemudian keluarlah peringatan jika itu dibutuhkan.

Dr. Comfort mengatakan pada New York Times bahwa Indonesia memiliki 22 alat sensor pendeteksi gempa namun tidak dapat lagi digunakan karena tidak dipelihara dan rusak.