Profesor: Alat Pendeteksi Tsunami di Indonesia Kurang Baik dan Rusak, Begini Perhatian Dunia Terhadap Gempa dan Tsunami di Palu

By Riska Yulyana Damayanti, Senin, 1 Oktober 2018 | 15:42 WIB
Palu dari pandangan udara (Tribun Timur)

Nakita.id - Saat gempa besar tejadi di Sulawesi Tengah pada pukul 17.02 WIB mulanya pemerintah memang mengeluarkan peringatan ada kemungkinan terjadi tsunami.

Namun setelah hampir setengah jam berselang pemerintah mencabut kemungkinan tersebut dan tidak lama setelahnya, tsunami justru menerjang Palu dan sekitarnya dengan dashyat.

Para peneliti dunia heran dengan kekuatan tsunami di Sulawesi Tengah kemarin yang bisa merusak Kota Palu.

Pemberitaan mengenai para peneliti kaget dengan kekuatan tsunami di Palu menjadi trending di berbagai media internasional, termasuk salah satu media di Amerika.

Baca Juga : Peneliti Dunia Kaget dengan Kekuatan Tsunami di Sulawesi Tengah, Kok Bisa Menghancurkan Kota Palu?

Mereka memang mengira bakal ada tsunami karena gempa yang besar, tetapi tidak menyangka tsunami yang menerjang akan sebesar di Palu.

Peneliti ini mengira bahwa tsunami besar tersebut terjadi karena adanya longsor di bawah laut sehingga membuat gelombang besar di permukaan laut.

Baca Juga : Dampak Gempa Tsunami Palu, Desa Petobo Tertimbun Lumpur dan Hilang Ditelan Bumi!

Hal tersebut juga dibenarkan oleh beberapa ahli tsunami di Indonesia, bahwa penyebab tsunami besar terjadi kemungkinan karena adanya longsor sedimen di bawah laut.

Banyak bangunan rusak bahkan hingga saat ini masih ada korban gempa yang tertimbun reruntuhan seperti di daerah Hotel Roa Roa.

Banyak korban yang berjatuhan dan ada yang belum ditemukan hingga saat ini.

Kejadian seperti ini bisa diminimalisasi korbannya, jika semua pihak berperan dalam menangani gempa terutama alat pendeteksi gempa yang kita miliki.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Dokter Reisa Bagikan Tips Memuji Anak Tanpa Membuatnya Merasa Terbebani

Seorang profesor di sekolah pasca sarjana di Pittsburgh University, Lousie Comfort mengatakan bahwa Indonesia menggunakan alat pendeteksi gempa seismograf dengan kemampuan efektivitas yang terbatas.

Dilansir dari New York Times, Comfort memiliki proyek untuk membawakan sensor tsunami baru ke indonesia.

Comfort menggambarkan bagaimana alat pendeteksi gempa di Amerika bekerja bahwa di sana terdapat 39 sensor di dasar samudra yang dapat mendeteksi perubahan tekanan yang sangat kecil dan juga bisa menunjukan jalannya tsunami.

Baca Juga : Ruben Onsu Menjadi Target Energi Jahat, Begini Kata Ki Kusumo

Sehingga jika ada perubahan kecil sekalipun dari tekanan laut pasti akan terdeteksi oleh alat mereka.

Setelah terdeteksi, data kemudian diteruskan melalui satelit dan dianalisis oleh petugas, kemudian keluarlah peringatan jika itu dibutuhkan.

Dr. Comfort mengatakan pada New York Times bahwa Indonesia memiliki 22 alat sensor pendeteksi gempa namun tidak dapat lagi digunakan karena tidak dipelihara dan rusak.

Hal tersebut ternyata dibenarkan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho bahwa buoy, sebagai salah satu alat pendeteksi tsunami di Indonesia banyak yang mengalami kerusakan.

Ternyata alat pendeteksi tsunami ini telah rusak sejak 2012 dan tidak dapat beroperasi hingga saat ini.

"Sejak 2012, buoy tsunami sudah tidak ada yang beroperasi sampai sekarang," jelas Sutopo dalam konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta, Minggu (30/9/2018).

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Kebiasaan Orangtua Seperti Ini Membuat Anak Laki-laki Menjadi Feminin, Kisah Nyata!

Sutopo melanjutkan adanya alat pendeteksi tsunami seperti itu akan menekan potensi banyaknya korban.

Rusaknya alat pendeteksi tsunami sangat disayangkan oleh Comfort karena sensor sebenarnya bisa membantu pemerintah untuk mendeteksi dini tsunami yang akan terjadi.

Dr. Comfort dan peneliti lainnya memiliki proyek dengan Indonesia untuk membawakan sistem pendeteksi baru yang akan menggunakan komunikasi bawah laut.

Baca Juga : Kisah Dibalik Perdagangan Gelap Organ dalam Manusia, Harga Ginjal Miliaran

Digunakannya komunikasi bawah laut karena untuk menghindari penggunaan pelampung di permukaan yang bisa dirusak atau tertabrak kapal.

Ia melanjutkan bahwa Comfort sudah berdiskusi dengan tiga lembaga pemerintahan di Indonesia untuk membahas mengenai sistem dan alat baru untuk mendeteksi tsunami di Indonesia.

"Sangat memilukan ketika Anda tahu teknologi yang ada di sana (Indonesia),"begitu kata Dr. Comfort pada New York Times.

Baca Juga : Diana Nasution Meninggal Karena Sakit Lambung, Jangan Makan Roti Gandum!

Dr. Comfort melanjutkan Indonesia merupakan daerah yang berada di ring of fire, sehingga jika alat pendeteksi tsunami seperti ini tidak segera diperbaiki maka tsunami seperti di Palu mungkin terjadi lagi.

 

Baca Juga : Gempa Tsunami Palu: Tanah Menjadi Lumpur di Sigi Sulteng, Ada Rumah

Semoga pemerintah segera memperhatikan dan memperbaiki alat pendeteksi tsunami dan gempa di daerah lain.

Tujuannya agar tsunami bisa cepat di ketahui dan warga bisa segera menyelamatkan diri sehingga tidak menimbulkan banyak korban.(*)