Termasuk Gangguan Kepribadian, Ini Alasan Seseorang Berbohong Terus Menerus!

By Rosiana Chozanah, Rabu, 3 Oktober 2018 | 19:57 WIB
Mengapa berbohong bikin kita 'ketagihan'? (pixabay.com)

Nakita.id - Kebohongan sudah sering ditemukan di kehidupan sosial.

Bumbu-bumbu dusta tampaknya seolah menjadi keseharian manusia.

Dalam perkembangan otak, kita memiliki 'alat' serbaguna dan kuat yang dapat kita gunakan untuk bermain dengan kenyataan serta memengaruhi hasil dari apa yang terjadi.

Dalam lingkungan sosial, kebohongan dianggap sebagai perilaku yang buruk dan tidak seharusnya kita melakukan perilaku tersebut.

Baca Juga : Anak Usia 6-8 Tahun Suka Berbohong, Hentikan dengan Cara Ini!

Bagi beberapa orang, mereka adalah pembohong patologis, berarti mereka tidak dapat berhenti menyebarkan informasi yang salah tentang diri sendiri dan orang lain.

Dalam sebuah buku berjudul Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, berbohong patologis adalah gangguan dalam diri seseorang serta termasuk dalam gejala gangguan kepribadian.

Sama halnya dengan psikopat dan narsisme, melansir Business Insider.

"Aku pikir itu berasal dari cacat dalam saraf neurologis dalam hal apa yang menyebabkan kita memiliki belas kasih dan empati," ujar psikiater Judith Orloff, penulis 'The Empath's Survival Guide'.

"Karena narsis, sosiopat, dan psikopat memiliki apa yang disebut gangguan kekurangan empati, yang berarti mereka tidak merasakan empati dengan cara kita."

Ketika seseorang tidak peduli dengan orang lain, kebohongan tidak menjadi masalah.

Kurangnya empati pada dasarnya berarti kurangnya hati nurani, yang merupakan konsep yang sulit untuk dipahami oleh banyak orang.

"Ketika mereka berbohong, hal itu tidak menyakiti mereka dengan cara yang sama kebohongan itu akan menyakiti kita," kata Orloff.

Baca Juga : Pasangan Jujur atau Berbohong? Kenali Lewat 6 Bahasa Tubuh Ini

"Begitu banyak orang mempunyai hubungan dengan pembohong patologis, atau tidak dapat mengerti mengapa mereka berbohong, karena mereka mencoba menyesuaikan orang-orang ini ke dalam standar yang disebut empati."

Namun pada akhirnya pembohong patologis tidak dapat menyesuaikan diri, bahkan mereka tidak sadar bahwa dirinya sedang melakukan kebohongan.

Mereka percaya bahwa dirinya mengatakan yang sebenarnya, padahal tidak.

Hal yang terpenting bagi pembohong patologis bukanlah fakta, namun kekuasaan atas orang lain.

Melansir laman Psychology Today via Kompas, seringkali orang berbohong karena mereka mencoba mengendalikan situasi dan menggunakan pengaruh.

Kebohongan ini dilakukan untuk mendapatkan balasan atau reaksi yang mereka inginkan.

Terlebih jika faktanya tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan keinginan.

Kebohongan dapat berakhir dengan memanipulasi korban.

Terutama ketika realitas tersebut diulang-ulang oleh pelaku, maka orang mungkin akan mulai percaya terhadap kebohongan tersebut.

Baca Juga : Dads Ketahuan Sering Berbohong? Mungkin Dikarenakan 5 Alasan Ini