5 Cara Menumbuhkan Keberanian Anak Bermain

By Hilman Hilmansyah, Minggu, 25 September 2016 | 23:30 WIB
Tidak semua anak berani bermain dan mengeskplorasi dunianya. (Dini Felicitas)

Tabloid-Nakita.com - Di usia batita, si kecil yang tengah mempelajari “dunianya” akan banyak melakukan eksplorasi. Pegang ini, pegang itu, panjat sana, panjat situ, lari sana, lari situ. Ada batita yang berani, ada juga batita yang cenderung takut mengeksplorasi dunia sekitarnya.

Sebetulnya dalam diri setiap manusia memiliki rasa takut. Ini perasaan wajar serta merupakan bentuk pertahanan diri alami pada manusia. Perasaan ini pun ada dalam diri anak sejak ia bayi, lalu berkembang pada ketakutan yang spesifik. Misal, takut pada jenis hewan tertentu, pada suara tertentu, takut air, takut pada orang baru/situasi baru, dan sebagainya.

Ketakutan seperti ini bisa menghalangi batita mencoba hal baru. Takut pada kucing sehingga tidak mau bermain di tempat yang ada kucing. Takut ditinggal orangtua sehingga menempel terus dan tidak mau berjalan sendiri.

Ketidakberanian anak mengeksplorasi dunia sekitarnya juga dapat terjadi karena sebelumnya anak terlalu sering dilarang dan ditakut-takuti saat bereksplorasi. Atau sejak usia bayi, ia selalu digendong, duduk di stroller, atau bahkan “dikurung” di boks tempat tidur. Reaksi orangtua yang berlebihan juga bisa menjadi penyebab. Ketika anak terjatuh, orangtua berteriak histeris, misal.

Berbagai cara untuk membantu anak mengatasi ketakutannya bisa kita lakukan. Meski demikian, proses menumbuhkan keberanian anak tak bisa instan. Ini yang bisa dilakukan:

1. Hindari olok-olok. Bagi si anak, ketakutan yang dirasakannya adalah hal serius. Kita pun perlu menanggapinya dengan sungguh-sungguh. “Oh Adek enggak mau naik ayunan ya, kenapa? Mau permainan lain saja? Mau yang mana? Atau mau sambil Mama pegangi?” Jangan katakan: “Ah kok takut ayunan, payah ah.”

2. Berikan penjelasan, perlihatkan, dan lakukan percobaan mengenai hal yang ditakuti. Anak yang takut badut, bisa dijelaskan bahwa badut itu orang biasa yang memakai kostum dan make up. Bila perlu tontonlah film tentang orang yang berprofesi sebagai badut. Di rumah, Mama/Papa bisa pura-pura menjadi badut dengan menggunakan make up sederhana dan kostum sederhana.

3. Memuji saat berani. “Wah hebatnya, Adek sekarang sudah berani!”

4. Hindari memaksa. Biasanya terjadi pada saat si batita masuk lingkungan baru. Kita sering berkata, “Sudah, ayo sini…tidak ada apa-apa…jangan takut…yuk, cepat.” Atau tiba-tiba saja meninggalkan anak dengan orang asing, padahal ketakutannya adalah takut ditinggal orangtua. Lebih baik dampingi anak dulu sampai ia benar-benar nyaman dengan lingkungan barunya itu.

5. Menjadi contoh sebagai figur yang berani. Mama Papa diharapkan menunjukkan keberanian di hadapan anak dan memberikan contoh bagaimana mengatasi ketakutannya sendiri. Sekalipun takut pada tikus, misal, tetapi saat melihat tikus, Mama/Papa cukup mengambil suatu alat untuk mengusirnya, tanpa berteriak-teriak histeris.

Ma, Pa, perlu diketahui, anak pun seperti halnya orang dewasa butuh waktu mengatasi ketakutannya. Proses menumbuhkan keberanian anak bisa cepat, bisa juga dalam hitungan tahun. Seiring dengan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya, rasa takut anak akan berkurang. Yang perlu Mama Papa lakukan adalah teruslah menstimulasinya dengan cara-cara fun hingga keberanian si batita pun tumbuh.

Tidak semua anak berani bermain dan mengeskplorasi dunianya.

Narasumber: Martina Rini S. Tasmin, SPsi, mantan tim pengajar dan tim manajemen sekolah di TK dan SD berakreditasi internasional di Jakarta dan Batam