Anak Korban Tsunami Palu Diperkosa Tiga Laki-laki di Pengungsian Makassar, Begini Ciri Anak yang Rentan Mengalami Pemerkosaan

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Rabu, 17 Oktober 2018 | 16:00 WIB
Ilustrasi adegan pemaksaan pemerkosaan (Pixabay)

Nakita.id - Belum sembuh duka masyarakat Indonesia dari bencana gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah.

Palu, Donggala hingga Sigi diguncang gempa berkekuatan 7,4 SR dan disusul  tsunami dalam waktu yang berdekatan.

Seketika, gelombang tsunami meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Palu dan gempa merusak ratusan bahkan ribuan rumah penduduk.

Hingga kini, sudah lebih dari 2.000 jiwa dinyatakan meninggal dunia, sedangkan puluhan ribu jiwa menjadi korban dan hingga kini masih bertahan di beberapa titik pengungsian.

Baca Juga : Semula Diremehkan Jadi Wakil Wali Kota Palu, Pasha Ungu Tunjukkan Tindakan Nyata Bangkitkan Lagi Palu

Namun ada pula yang dibawa ke luar kota untuk mendapat perawatan dan juga upaya menghilangkan trauma mendalam.

Seperti yang kita ketahui, masyarakat pasti menyimpan trauma mendalamnya, terutama bagi anak-anak.

Mereka yang masih kecil mau tak mau harus rela menelan pil pahit, melihat rumahnya rata dengan tanah, barang-barangnya hanyut dan hancur tertimpa reruntuhan.

Belum lagi, banyak di antara mereka yang kehilangan orangtuanya, atau hingga kini orangtuanya belum ditemukan karena masih terlahap lumpur likuifaksi yang memakan beberapa perkampungan di Palu.

Baca Juga : Anak-anak Korban Gempa dan Tsunami Palu Kembali Bertemu Orangtua Berkat Kekuatan Media Sosial: Saatnya Media Sosial Bergerak!

Bahkan, anak-anak yang harusnya meneruskan pendidikan mereka demi kemajuan masa depan bangsa kini banyak yang belum bisa bersekolah lagi.

Sejumlah sekolah rusak parah hingga anak-anak terpaksa kehilangan pendidikannya.

Maka dari itu, pemerintah menerjunkan petugasnya untuk menghilangkan trauma dan duka pada anak-anak, mengingat anak-anak merupakan target yang sangat rentan apabila terjadi bencana sebesar ini dan berdampak separah ini.

Bukan tidak mungkin, mereka akan menyimpan duka mendalam akibat kehilangan berbagai hal dalam hidupnya.

Tetapi, ada beberapa dari mereka yang beruntung. Beberapa korban gempa sudah mulai bisa bersekolah di beberapa pengungsian di luar kota.

Di antaranya adalah Raska (7) dan Putri (7). Kedua korban gempa Palu tersebut kini bisa menimpa pendidikannya di SDN 30 Mattirowalie, kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Baca Juga : Saksi Kunci Petaka Hilangnya Petobo Akibat Gempa dan Tsunami di Palu Hingga Jenazah yang Makin Menumpuk

Raska dan Putri terhitung menjadi siswa kelas 1, sejak Rabu (10/10/2018).

Mereka sudah aktif belajar, meski masih mengalami trauma.

“Kedua murid tersebut kami terima dan sudah menerima materi pelajaran di kelas 1. Kondisi rumah keduanya sudah rusak rata (rata dengan tanah). Sementara salah satu di antaranya sudah yatim piatu akibat gempa bumi dan tsunami,” ujar kepala sekolah SDN 30 Mattirowalie, Surina.

Raska selamat bersama kedua orangtuanya, namun rumahnya hancur.

Tetapi Putri, ia harus kehilangan semuanya. Orangtuanya meninggal saat gempa, rumahnya rusak parah.

Putri terpaksa harus mengungsi bersama keluarganya di Kota Palopo dan kembali bersekolah di Palopo.

Berat bagi beberapa kalangan yang langsung bersentuhan dengan korban secara mental.

Karena mereka harus mampu untuk mengontrol diri tidak membuat korban yang masih anak-anak kembali teringat duka mendalamnya.

Baca Juga : Bawa Kebahagiaan di Tengah Duka Gempa Tsunami Palu, Seorang Bayi Lahir di Tenda Pengungsian!

Mereka justru harusnya memberi pemulihan dan juga hiburan dengan cara sama rata dan tidak membanding-bandingkan, terutama bagi mereka yang bersekolah di sekolah yang tak terdampak gempa.

Kepala sekolah SDN 30 Mattirowalie juga mengimbau para guru tidak menyinggung kejadian yang menimpa Raska dan Putri demi tujuan pemulihan.

“Kecuali dia sendiri yang bercerita. Sambut dengan rasa kegembiraan dan berikan pemahaman bahwa harus bersabar dengan kejadian tersebut,” tambah Surina.

Tentu usaha tersebut tak hanya dilakukan Surina, tetapi juga para orangtua serta relawan dan siapa saja yang berada bersama anak-anak korban gempa yang ada di pengungsian, terlebih mereka yang kehilangan kedua orangtua atau salah satu orangtuanya.

Hal tersebut dilakukan supaya anak-anak lekas bangkit dan juga kembali menjalani aktivitas sehari-harinya di tengah duka yang masih menyelimuti.

Karena anak-anak sangat berisiko mengalami trauma tinggi yang dikhawatirkan ia tidak bisa menjalani kehidupannya dengan normal.

Tak heran bila mereka yang sudah kehilangan kedua orangtuanya diungsikan ke lokasi yang jauh dari lokasi kejadian agar tidak lagi mengalami trauma.

Baca Juga : Diterjang Gempa Berkali-kali, Warga Lombok Rayakan Lebaran di Pengungsian

Anak Korban Gempa Diperkosa di Pengungsian

Sayangnya, usaha ini justru disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Salah satu anak korban bencana gempa dan tsunami Palu yang diungsikan ke Kota Makassar justru menjadi sasaran empuk tersangka pemerkosaan.

Korban yang bernama SH (7), siswa kelas 1 SD diperkosa oleh tiga pemuda di tempatnya mengungsi, di Makassar.

Kejadian ini terjadi pada Selasa (16/10/2018) sore, di tempat SH mengungsi.

Kasus pemerkosaan ini telah ditangani aparat kepolisian. Bahkan korban juga telah menjalani visum di RS Malebu, Sudiang.

Kepala Polsekta Biringkanaya, Kompol Anugraha mengungkapkan bahwa salah satu dari tiga pelaku berinisial I (14) warga Makassar.

Dua pelaku lainnya masih dalam proses pencarian polisi.

Baca Juga : Kasus Tuduhan Pemerkosaan Cristiano Ronaldo, Dari Satu Perempuan Hingga Dugaan Adanya Korban Lain!

“Kasus ini sudah dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polrestabes Makassar. Seorang pelaku sudah kita serahkan di Polrestabes dan dua orang lainnya masih dalam proses pencarian,” katanya.

Nugraha menjelaskan, pemerkosaan terjadi ketika SH yang merupakan warga Palu sedang bermain sendirian.

Kemudian ketiga pelaku menarik paksa korban ke sebuah lahan kosong lalu memperkosanya secara bergiliran dan berulang kali.

“Setelah melancarkan aksinya, pelaku membawa korban ke depan rumahnya. Saat masuk ke dalam rumah, korban merintih kesakitan dan menceritakan secara singkat kepada keluarganya,” ungkapnya.

Warga sempat melakukan pengejaran terhadap ketiga pelaku dan seorang di antaranya berhasil diamankan.

 “Dua pelaku lainnya yang diketahui berdomisili di Kabupaten Maros berhasil kabur dan kini masih dalam pencarian polisi,” pungkasnya.

Tentu kejadian tersebut menjadi insiden yang miris sekaligus memalukan.

Baca Juga : Seorang Siswi Dipaksa Staf Sekolahnya Gugurkan Janin di Kandungannya Setelah Diperkosa 4 Teman Sekolah

Mengingat seharusnya, masyarakat membantu pemulihan korban pascabencana yang mengalami trauma tinggi justru disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Kasus tersebut bukan kali pertama terjadi di dunia. 2017 silam, seorang anak perempuan juga diperkosa oleh seorang pedagang di sebuah pengungsian di Perancis Utara.

Menurut kesaksian yang dikumpulkan, anak-anak dalam pengungsian tersebut memang tidak didampingi oleh petugas atau lembaga terkait.

Bahkan menurut petugas medis, pengungsi dan pejabat lainnya, pelecehan seksual seperti itu sudah biasa terjadi dalam pengungsian besar di Dunkirk.

Para pelaku memaksa anak-anak atau perempuan dewasa berhubungan seksual dan mengimingi hadiah atau imbalan, yaitu barang-barang yang mereka butuhkan, seperti selimut, makanan bahkan diiming-imingi untuk dibawa ke Inggris.

Atas hal tersebut, pemerintah Inggris sempat turun tangan dalam membantu kasus besar ini.

Proses hukum dikeluarkan Bindmans yang berbasis di Kantor Pusat London. Mereka bertindak menyelesaikan permasalahan pemerkosaan yang marak terjadi di pengungsian di Calais yang korbannya sebagian besar anak di bawah umur.

Baca Juga : Cristiano Ronaldo Dikabarkan Lakukan Pelecehan Seksual! Ini Deretan Pekerjaan Rentan Selingkuh, Bidang IT di Peringkat Mengejutkan

Dampak Korban Pemerkosaan

Setiap korban pemerkosaan pasti memiliki berbagai dampak, meski masalahnya tengah ditangani.

Apalagi jika anak tersebut belum pulih dari traumanya karena menjadi korban bencana beberapa waktu lalu.

Menurut Psychology.Org, pelecehan seksual pada anak dianggap sebagai pelanggaran hak asasi anak paling berat.

Bahkan di beberapa negara telah menjalankan hukuman berat bagi tersangka, pelaku pemerkosaan pada anak di bawah umum.

Anak-anak jelas akan mengalami trauma mendalam akibat insiden tersebut.

Menurut penelitian, pelecehan seksual pada anak-anak akan memberikan efek jangka panjang berbagai hal ini:

- Perkembangan otak

- Fungsi psikologis dan sosial

- Penurunan harga diri

- Gangguan kesehatan mental

- Gangguan kepribadian

- Gangguan tidur

- Berisiko pada kesehatannya

- Depresi hingga bunuh diri.

Baca Juga : Kebesaran Tuhan, Kisah Bayi 2 Bulan Korban Tsunami Palu Ditemukan Selamat di Atas Pohon!

Meski telah diteliti adanya berbagai konsekuensi jangka panjang, pemerintah setempat harusnya menyediakan lembaga penanganan pada korban pelecehan seksual.

Lembaga tersebut diminta untuk memberi pendampingan dan juga menenangkan secara khusus serta membangun kembali kesehatan mental dan fisik anak-anak.

Dari kasus yang terjadi di Makassar, lembaga harusnya lebih ketat dan intens dalam memberi penjagaan serta pendampingan pada SH, mengingat SH pasti mengalami trauma dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan korban pemerkosaan lainnya.

Bahkan, ada sebuah penelitian yang dilakukan antara 1980 hingga 2008 membuktikan bahwa pelecehan seksual menjadi penentu kua gangguan psikologis bahkan rentan terjadi adanya penyalahgunaan terhadap diri sendiri, seperti ketergantungan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang, alkohol hingga upaya bunuh diri.

Menurut penelitian yang relevan, 43 persen korban pelecehan seksual berpikir tentang bunuh diri, dan 32 persen di antaranya telah mencoba bunuh diri.

Anak-anak tentu tak mungkin berbicara masalah pelecehan yang telah menimpanya.

Mereka biasanya akan berkomunikasi secara non-verbal, terutama bagi anak di bawah umur yang masih belum memahami mengenai hubugan seksual dan dampak serta bahayanya.

Baca Juga : Bermodal Linggis, Seorang Ayah Berusaha Cari Anak Gadisnya di Reruntuhan Hotel Roa Roa,

Berbagai Perubahan Anak Korban Pelecehan Seksual

Sebagai korban yang tak bisa menyuarakan dan juga mengomunikasikan gangguan yang telah dialaminya, anak-anak biasanya memiliki cara lain dengan menunjukkan berbagai perubahan non-verbal.

Anak-anak mungkin mengalami perubahan suasana hati yang menandakan adanya tanda depresi.

Mereka juga mungkin sering menangis, lesu dan mudah marah serta gangguan perubahan suasana hati lainnya.

Bahkan, di antaranya juga mulai mengisolasi dan menghindar dari lingkungannya, baik di rumah yaitu keluarga, teman-temannya, bahkan enggan untuk keluar rumah.

Akhirnya, mereka depresi dan mencoba mencari kenyamanan hatinya di luar rumah dan sekolahan.

Mereka biasanya juga akan merubah penampilan mereka. Mencoba berpenampilan seburuk mugkin dari sebelumnya untuk menghindari orang-orang kembali melakukan pelecehan seksual padanya.

Baca Juga : Dua Hari Terjebak Reruntuhan Hotel Roa Roa, Seorang Perempuan Berhasil Selamat, Ini Sebabnya!

Atau bahkan, pada korban yang terus-menerus dipaksa berhubungan seksual yang awalnya atas dasar pemerkosaan, lebih mengubah penampilannya menonjolkan keseksiannya dan meningkatkan penampilannya.

Ciri-ciri Anak yang Mengalami Pelecehan Seksual

Sebenarnya, berbagai tanda atau ciri-ciri anak yang rentan mengalami pelecehan seksual bisa ditinjau.

Ada berbagai poin yang bisa membuat orangtua atau lingkungan memahami bagaimana seseorang lebih rentan mengalami pelecehan seksual.

Ada berbagai risiko, baik di lingkungan rumah atau bahkan dalam hubungan keseharian anak tersebut.

Risiko penyalahgunaan atau hal yang dilakukan anak-anak sebenarnya tidak bisa disalahkan dan dijadikan penyebab adanya pelecehan seksual.

Tetapi ada ciri atau tanda lain yang menjadi aspel kehidupan seorang anak menjadi lebih rentan.

- Kerap menerapkan ketertutupan atau bermain rahasia dan melibatkan anak-anak

- Mengalami stres dalam keluarga (kematian, perceraian, bahkan bencana alam termasuk di dalamnya.

Baca Juga : Adelia Pasha Alami Trauma, Ini Langkah Pulihkan Trauma Pasca Bencana

- Anak terbiasa melihat istilah seksual dewasa tanpa penjelasan

- Adanya akses ke pornografi baik di media daring maupu lainnya

- Memberi anak kebebasan tanpa control

- Adanya kekerasan dalam rumah

- Koneksi berlebihan pada orang dewasa yang bukan keluarga sendiri

- Anak merasa terisolasi secara emosional atau terabaikan

- Kurangnya pemenuhan kasih sayang orangtua

- Rasa ingin tahu anak terhadap hubungan seksual yang biasa dilakukan orang dewasa.

Kemauan serta penyebab yang dilakukan anak tak bisa sepenuhnya disalahkan. Bagaimana pun, orangtua menjadi peran penting di dalamnya.

Baca Juga : Jadi Korban Tsunami Palu, Anak-anak Melihat Jenazah Berserakan, Begini Dampak dan Cara Atasi Trauma!

Dan bila ini terjadi di pengungsian sebagaimana yang terjadi di Makassar, orangtua juga tak bisa sepenuhnya disalahkan.

Anak-anak yang mengalami trauma tinggi lebih rentan mengalami pelecehan seksual bisa jadi karena kurangnya  pendampingan dan lembaga atau pihak terkait.

Atau faktor lain yang hingga kini belum dituturkan dan juga diperinci oleh pihak kepolisian, mengingat saat itu, SH sedang seorang diri dan tidak ada orang lain yang bisa mencegah adanya perilaku tak terpuji tersebut.