Makin Dilarang, Batita Makin Gencar Melakukan yang Dilarang

By Dini Felicitas, Senin, 24 Oktober 2016 | 07:00 WIB
Mengapa semakin dilarang, semakin dilakukan oleh anak batita? (Dini Felicitas)

Tabloid-Nakita.com - Sebagian Mama mungkin pernah mengeluhkan putra-putrinya. Semakin dilarang melakukan sesuatu, kok hal itu semakin dilakukan ya? “Contoh, dilarang: jangan lari-lari. Yang ada justru dia semakin mempercepat jalannya sehingga seperti berlari,” keluh Fitria, Mama dari Friska.

Hal ini memang kerap terjadi pada batita, demikian menurut psikolog Nurul Annisa, MPsi, dari Biro Konsultasi INSIGHT Rawamangun, Jakarta. “Pada usia batita memang ada kencenderungan anak justru melakukan hal yang berlawanan dari yang orangtua inginkan,” ujarnya.

Oleh karena itu Nurul selalu mendorong orangtua untuk menggunakan kalimat positif ketimbang larangan. “Nak, jalannya pelan-pelan saja. Nanti jatuh,” atau, “Nak, berjalan saja, lantainya licin. Nanti kamu jatuh kalau berlari,” daripada, “Jangan lari, Nak.”

Banyak orangtua mungkin tak menyadari, melarang jauh lebih singkat daripada memberikan penjelasan, sehingga mereka kerap lebih mudah menyuarakan larangan meskipun cenderung dilanggar oleh anak. Di sinilah tantangan tak ada habisnya dalam berperan sebagai orangtua.

Memang, para ahli sepakat bahwa di usia batita sebagian besar anak sudah paham instruksi sederhana, termasuk ketika orangtua mengatakan, “Jangan.” Namun, karena beberapa alasan, mungkin saja si kecil belum mampu melakukannya.

Menurut Nurul, penyebab anak gagal menjalankan instruksi sederhana beberapa di antaranya adalah:

1. Cara bicara orangtua. “Anak mengalami kesulitan, karena orangtua menggunakan kalimat sulit atau tidak mudah dipahami.” Contoh, Mama bicara terlalu cepat atau bicara kepada beberapa orang sekaligus, sehingga anak tidak paham bahwa ia yang diajak bicara. Ini juga dapat terjadi jika orangtua tidak melakukan kontak mata, ketika memberi instruksi sembari menelepon, umpamanya.

2. Penyebab medis. Misal, anak mengalami gangguan atau hambatan dalam tumbuh kembangnya. Mama Delila, misalnya, berbagi kisah merawat putranya, Ajo, ketika usia batita. Menurut Delila, Ajo seperti tidak paham harus berbuat apa. Tetapi lama-lama Delila mencurigai telinganya bermasalah. Ia pun membawa Ajo ke dokter. Ternyata di telinga Ajo terdapat kotoran yang cukup padat dan berpotensi menghalangi pendengarannya.

“Mungkin karena saya tidak terlalu berani membersihkan telinganya,” ujar Delila. Setelah dokter membantu membersihkan kotoran tersebut, Delila mendapati Ajo cukup dapat memahami instruksi sederhana dari orang-orang di sekitarnya.

Nurul juga menekankan agar orangtua mengajari anak untuk mendengarkan, dengan memintanya melihat ke lawan bicara, saat mereka memberikan instruksi atau menyampaikan permintaan. Semoga dengan demikian tidak terjadi lagi anak gagal menjalankan perintah sederhana. Atau, semakin dilarang semakin dilakukan seperti yang terjadi sebelumnya.

Narasumber: Nurul Annisa, MPsi, Dosen dari Biro Konsultasi INSIGHT Rawamangun, Jakarta