Kisah Pilot yang Lakukan Pendaratan di Atas Sungai dan Selamatkan Ratusan Nyawa, Salah Satunya di Bengawan Solo

By Rosiana Chozanah, Kamis, 8 November 2018 | 17:21 WIB
Kisah dua pilot yang membuat pendaratan di atas air dan menyelamatkan ratusan nyawa (Tribun Jabar/dincolodeaparente.com)

Nakita.id - Indonesia mempunyai banyak kisah tentang pemsalahan dalam dunia penerbangan, salah satunya pada 2002 silam.

Enam belas yang lalu, tepatnya pada 16 Januari 2002, pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 melakukan ditching atau mendarat darurat di atas air.

Hari itu merupakan salah satu hari tak terlupakan bagi Abdul Rozaq, pilot pesawat dengan rute Lombok - Yogyakarta itu.

Baca Juga : Suaminya Pilot, Iis Dahlia Ceritakan Masalah Suami Saat Bertugas, dari Mesin Mati Hingga Landing di Tempat Terdekat

Saat itu, pesawat Garuda Indonesia yang membawa 54 penumpang serta 6 kru terpaksa mendarat di atas sungai Bengawan Solo.

Abdul Rozaq

Penyebabnya adalah saat terbang kedua mesin pesawat mati setelah menembus badai hujan dan es.

Bersyukur, saat itu semua penumpang selamat namun seorang pramugari meninggal dunia, diduga terkena benturan saat pesawat mendarat.

Melansir laman Tribun Jabar via tayangan Kick Andy Metro TV, Abdul Rozaq mencritakan kronologi peristiwa yang bisa merenggut nyawa puluhan orang itu.

Pesawat jenis Boeing 737-300 itu berangkat dari Mataram, Lombok, pukul 15.00 WITA, dijadwalkan akan tiba di Yogyakarta pukul 17.30 WIB.

Kemudian pesawat yang dikendalikan oleh Abdul Rozaq itu terbang menuju ketinggian jelajah 31.000 kaki.

Namun saat meninggalkan ketinggian jelajah untuk turun ke bandara Adisutjipto, di atas wilayah Rembang, kapten penerbangan memutuskan untuk sedikit menyimpang dari rute seharusnya, atas izin ATC.

Sebab saat itu pesawat dihadang cuaca buruk, terdapat awan mengandung hujan dan petir.

Baca Juga : Banyak Tetangga Pilot Lion Air JT 610 Terkejut atas Kematiannya, Ternyata Begini Kesaksian Mereka Semasa Ia Hidup

Abdul Rozaq mencoba mengendalikan pesawat di antara dua sel awan badai.

Namun tiba-tiba saat berada di ketinggian 23.000 kaki dua mesin pesawat mati dan kehilangan daya dorong (thrust).

"Saya coba restart tiga kali, dia (mesin pesawat) tidak mau," ujar Abdul Rozaq.

Pilot dan kopilot pun saat itu mencoba menghidupkan unit daya cadangan (auxiliary power unit/APU) untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi tidak berhasil.

"Saya cuma bisa pasrah, karena semua standard operation procedure sudah dilakukan dan tidak berhasil," ujarnya.

Kopilot sempat menyarankan agar pesawat mendarat darurat di area pesawahan, tetapi sang pilot kurang setuju karena dianggap lebih berisiko.

"Saat itu saya berpikir bagaimana menyelamatkan penumpang sebanyak mungkin," kata Abdul Rozaq.

Baca Juga : Pesona Putri Susi Pudjiastuti Calon Pilot Andal yang Berwajah Bule

Evakuasi Garuda Indonesia di Bengawan Solo

Pilot melihat alur anak sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk melakukan pendaratan di sana.

"Jadi akhirnya kami putuskan harus menuju ke sungai," ujarnya.

Pesawat Garuda Indonesia di sungai Bengawan Solo, 2002

Keputusan tersebut ia ambil setelah berdiskusi dengan Kopilot selama 10 menit.

Pesawat pun melakukan ditching atau mendarat di atas air karena kondisi darurat tanpa mengeluarkan roda pendaratan maupun flaps (menjulurkan sayap).

Kejadian ini ternyata terulang, namun di luar negeri.

Pesawat US Airways penerbangan 1549 berangkat dari bandara LaGuardian, New York menuju ke Charlotte, North Carolina pada 15 Januari 2009.

Baca Juga : Tinggalkan Istri dan 2 Anak, Kopilot Lion Air JT 610 Seharusnya Tidak Boleh Terbang Karena Sedang Alami Hal Ini

Dalam waktu kurang dari 20 menit, pesawat tersebut mendarat di sungai Hudson.

Pesawat tersebut membawa sebanyak 150 penumpang dan 5 kru, termasuk pilot Chesley 'Sully' Sullenberger yang mempunyai riwayat terbang 20 ribu jam.

Pilot Chesley 'Sully' Sullenberger

Ia ditemani kopilot Jeff Skiles, yang baru saja menyelesaikan pelatihannya tentang Airbus A320.

Saat terbang, pesawat sempat menabrak burung yang tengah melintas.

Sayangnya, setelah itu dua mesin pesawat mati, serta kehilangan daya dorong.

Kepada petugas ATC, kapten Sully menginformasikan bahwa pesawatnya akan kembali ke LaGuardian karena masalah mesin tersebut.

Baca Juga : Kisah Pemilik Lion Air Rusdi Kirana, Memulai Bisnis Penerbangannya dengan Pesawat Bekas

Tanpa daya dorong serta ketinggian pesawat yang sangat kecil Sully berpikir bahwa dirinya tidak akan bisa mencapai LaGuardian.

Ia kembali mempertimbangkan bandara atau landasan terdekat, namun ia tetap tidak yakin, menlansir laman The Guardian.

"Aku tidak yakin apakah kita bisa mencapai landasan," tutur Sully kepada petugas ATC, Harten.

Kemudian Harten memastikan lagi di mana Sully akan mendaratkan pesawatnya.

Baca Juga : Masih Berharap Korban Lion Air JT 610 Teridentifikasi, Pihak Keluarga Tolak Tabur Bunga di Lokasi Jatuhnya Pesawat

"Kita akan mendarat di Hudson," tutur Sully membuat Harten tak percaya.

Secara halus pesawat US Airways meluncur di atas sungai Hudson yang saat itu suhu air berada di titik 2 derajat Celcius.

US Airways A320 mendarat di Hudson, 2009

Untungnya semua penumpang serta kru pesawat selamat dalam pendaratan darurat tersebut.

Insiden ini kemudian diangkat menjadi sebuah film dengan judul Sully: Miracle On The Hudson.

Orang-orang menganggap kapten Sully sebagai 'pahlawan' mereka dalam dunia penerbangan.