Kanker Payudara Menduduki Posisi Puncak Kanker Paling Banyak Terjadi

By Finna Prima Handayani, Jumat, 9 November 2018 | 14:33 WIB
Kanker payudara dan serviks merupakan penyakit kanker yang paling banyak diidap oleh masyarakat (iStockphoto)

Nakita.id - United Nations (UN) memperkirakan penyakit kanker akan semakin meningkat di masa mendatang, mengingat semakin bertumbuhnya dan menuanya populasi.

Kenaikan jumlah pasien kanker ini khususnya terjadi di negara berkembang, di mana terdapat 82% popluasi dunia berada.

Diperkirakan terjadi lonjakan dari 12,7 juta kasus baru kanker dan 7,6 juta kematian akibat kanker di tahun 2008, menjadi 20,3 juta kasus baru kanker dan 13,2 juta kematian di tahun 2030.

Dari total keseluruhan, sekitar 2/3 kasus tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Baca Juga : Meski Indah Dipandang, Perempuan dengan Payudara Padat Berisiko Tinggi Alami Kanker Payudara

"Sekarang pasien kanker semakin banyak, karena umur harapan hidup semakin tinggi. Jadi kalau dulu harapan hidup kita 63 tahun, sekarang harapan hidup kita menajadi 75 tahun," ujar Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, SpTHT-KL (K), MARS.

"Artinya, semakin panjang harapan hidup seseorang maka kemungkinan terjadinya peluang notasi gen, kromosom, termasuk kanker semakin besar," lanjutnya Abdul Kadir menjelaskan.

Dari sekian banyak jenis kanker, kanker perempuan yaitu kanker payudara dan serviks lah yang berada di posisi puncak.

Sayangnya, kanker payudara dan serviks memiliki biaya tinggi dalam pengobatan, serta secara komplikasi dapat menyebabkan ancaman jiwa yang berbahaya.

Baca Juga : Beragam Penyebab Payudara Sakit, Salah Satunya Karena Kista Payudara

Data dari Globocan 2018, angka kanker payudara pada perempuan Indonesia yang telah didiagnosis adalah yang paling tinggi yaitu sekitar 42,1% dan menjadi penyebab kematian kedua secara global.

Kondisi inilah yang akhirnya menjadi titik permasalahan seputar hak asasi akan akses terhadap pengendalian kanker perempuan di Indonesia.

Menurut keterangan dari Abdul Kadir, selama tahun 2017 hingga 2018, BPJS telah mengeluarkan dana untuk kanker sebanyak Rp.6,3 triliyun, termasuk untuk kanker payudara dan serviks.

Padahal, angka tersebut dapat dipangkas sebanyak 61% apabila pasien dapat melakukan pengobatan kanker sejak dini.

Baca Juga : Payudara dan Puting Gatal Saat Menyusui? Yuk Ketahui Penyebabnya Moms

"Jika ada screaning atau pendeteksian awal kemungkinan angka tersebut bisa turun sekitar 61%," katanya saat ditemui pada acara Seminar Publik Hukum dan Kesehatan: Perlindungan Hak Asasi Kesehatan yang Berkualitas.

"Kalau pasien datang dengan stadium awal tentu saja akan lebih murah dan angka kesembuhan pun lebih tinggi," lanjutnya menjelaskan pada Kamis (8/11/2018).

Maka dari itu, agar biaya pengobatan kanker tidak terlalu menguras kantong dan tentunya berpeluang dapat disembukan, kita disarankan untuk melakukan deteksi dini kanker.

Misalnya untuk kanker payduara bisa dengan cara 'SADARI' yaitu periksa payudara sendiri, sementara deteksi dini kanker serviks yaitu dengan periksa iVA Test dan Pasmear.

Baca Juga : Jangan Lewatkan Perawatan Payudara Saat Hamil, Bisa Memperlancar ASI

"Untuk yang masih sehat, saya imbau untuk selalu menjaga kesehatannya. Para perempuan harus selalu memeriksa payudaranya dengan 'SADARI' 10 hari setelah haid," kata Dr. Nurlina Subair, MSi, perwakilan Makassar Cancer Care Community dan Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI).

"Cara ceknya yaitu dengan merabaya payduara, tangan kanan memegang payudara sebelah kiri dan tangan kiri memegang payudara kanan untuk mendeteksi adanya benjolan atau tidak," imbuh Nurlina menjelaskan saat ditemui di gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan.