Tabloid-nakita.com - "Ayo, difoto dulu, Sayang!” Dian (28) meminta buah hatinya, Rere (3,8) berpose sambil memegang sendok makannya, lalu menyendok sarapannya dan memasukkannya ke mulut. Sementara Rere menghabiskan sarapannya, Dian asyik mengunggah foto-foto Rere tadi disertai teks: “Anak Mama pintar makan sendiri!”
Usai sarapan, Dian mengajak Rere mencuci tangan di wastafel, lalu... klik! Dian memotret kembali dengan androidnya, kemudian mengunggahnya lagi dengan tulisan, “Cuci tangan habis makan itu penting untuk kebersihan!”
Aksi foto-foto terus berlanjut hingga Rere pulang sekolah, bahkan sampai Rere berangkat tidur malam. Bukan main!
Hmmm... apakah Mama Papa juga seperti Dian, gemar memotret atau memvideokan si kecil dan menampilkannya di media sosial?
“INI, LO, ANAK KEBANGGAANKU!”
Siapa, sih, yang tak senang mengabadikan momen bersama anak kesayangan? Nah, dengan mengunggah ke medsos, kita jadi punya arsip keluarga yang lengkap secara gratis. Kalau cuma itu, mengapa arsip si kecil tidak disimpan saja di folder yang aman di dalam laptop? Zaman sekarang, kurang asyik juga kalau dokumentasi ini hanya dinikmati oleh kalangan sendiri. Karena pada dasarnya kita ingin menebar perasaan bahagia dan bangga punya anak beserta segenap kemampuan yang sudah dicapainya. Sebagian besar dari kita juga punya sisi narsis yang sulit dibendung; merasa kalau anak kitalah yang paling ganteng, paling cantik, paling pintar, paling lucu, paling kreatif, dan paling-paling lainnya. Setiap kemajuan perkembangan anak kita dinilai layak menjadi breaking news yang diharapkan mengundang komentar positif. Anaknya sudah pintar bicara, sudah bisa makan sendiri, atau ngambek dengan tingkah yang lucu, semua itu adalah berita yang pantas disebarkan kepada dunia.
Baca juga: Hati-hati Pamer Foto dan Informasi Anak di Facebook. Ini bahayanya.
Sesungguhnya, kita semua memiliki emosi yang sama terkait kecintaan dan kebanggaan terhadap anak. Iya, kan? Jadi, begitu terkoneksi dengan teman-teman atau followers di medsos, maka kita semua rata-rata akan berperilaku sama, yakni mengunggah foto/video anak agar bisa dilihat oleh para friends atau followers. Yang berbeda mungkin hanya frekuensinya saja. Ada yang melakukan setiap hari, seminggu sekali, atau lebih jarang dari itu dengan memilih momen-momen spesial saja.
KEJAHATAN MENGINTAI
Sayangnya, di media sosial juga banyak orang iseng dan jahat. Selain itu, data digital berupa tulisan, foto, video, dan gambar yang sudah diunggah di media sosial masih sangat mungkin ditemukan kembali oleh mesin pencari. Masih ingat kasus yang menimpa Thalia Putri Onsu, buah hati selebriti Ruben Onsu dan Sarwendah? Pertengahan 2015 lalu, Ruben terpaksa repot melapor ke Polda Metro Jaya perihal foto Thalia yang diunduh oleh pihak tak bertanggung jawab ke akun jual-beli bayi di Instagram. Kasus serupa juga dialami oleh artis Ayu Ting Ting.
Ya, ancaman seperti itu memang tak dapat dihindarkan, mengingat siapa pun bisa menggunakan medsos. Indonesia menjadi sasaran empuk bagi pelaku cyber crime. Setiap hari, ada 42.000 serangan yang diarahkan kepada pengguna medsos di negara kita. Data ini telah dilansir di situs nationalgeographic.co.id dengan mengutip pernyataan Dimitri Mahayana, Direktur Lembaga Riset Telematika Sharing Vision yang melakukan penelitian pada 2013.
Baca juga: Jangan Posting 8 Foto Ini di Media Sosial
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Penulis | : | Santi Hartono |
Editor | : | Heni Wiradimaja |
KOMENTAR