Kekuatan cinta merupakan modal besar bagi calon ibu untuk jalani proses persalinan dengan lancar. Itulah yang dinamakan kekuatan cinta atau the power of love.
Semua orang pasti paham, betapa dahsyatnya kekuatan bernama cinta. Dengan cintalah kita bisa bertahan di dunia. Lebih dari itu, ada banyak contoh menakjubkan tentang cinta dalam kehidupan sehari-hari. Lihatlah bagaimana seorang ayah yang mau bekerja keras, membanting tulang demi menghidupi keluarganya. Juga bagaimana seorang remaja yang rela melakukan segala permintaan sang kekasih. Berjalan ratusan kilometer untuk bertemu pujaan tercinta. Mengarungi samudra pun dilalui, bahkan naik gunung tertinggi pun dilakoni. Itulah kekuatan besar sebuah cinta. Kekuatan cinta ini dimiliki oleh setiap insan, termasuk oleh calon ibu. Kekuatan inilah yang membuat calon ibu rela bersusah payah demi keluarga dan anak tercinta. Termasuk bagaimana ia menahan nyeri dan lelah saat melahirkan. Bagaimana proses seorang calon ibu menemukan cinta? Berikut detail perjalanannya:
Baca juga:http://nakita.id/Kehamilan/Trik-Tetap-Sehat-Di-Akhir-Kehamilan-Agar-Persalinan-Lancar
Proses Alami
Dalam kehidupan, manusia melewati berbagai rangkaian tahap perkembangan sejak akhir. Salah satu rangkaian perkembangan yang dijalani manusia adalah perkembangan psikososial. Menurut tokoh psikologi Erik Erikson, dalam perkembangan psikososial manusia melewati delapan tahap perkembangan. Dimulai pada masa bayi, kanak-kanak, usia bermain, usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa, hingga masa usia tua.
Nah, pada masa dewasa muda (sekitar usia 19 hingga 30 tahun) seseorang menjalani tahap intimacy (keintiman). Di sini ia akan berusaha meleburkan identitas dirinya dengan orang lain, tanpa harus kehilangan identitas dirinya sendiri. Dengan kata lain, seseorang yang mencapai tahap keintiman ini, memiliki kemampuan dan keinginan untuk berbagi rasa saling percaya kepada pasangannya. Kondisi ini melibatkan pengorbanan, kompromi dan komitmen dalam sebuah hubungan (relationship) dari dua orang. Pada masa inilah seseorang melangkah ke pernikahan dan membentuk sebuah keluarga yang penuh dengan keintiman (intimacy).
Ketika perkembangan psikososial pada tahap keintiman ini berjalan dengan baik, ia akan mengembangkan kekuatan psikis dasar, yaitu love (cinta). Mencintai juga berarti merawat/peduli, mengenali kebutuhan manusiawi orang lain yang dicintai, dan memerhatikan secara aktif perkembangan orang tersebut. Rasa peduli juga merupakan sumber dari will (keinginan/dorongan). Keinginan ini diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mengatur diri sendiri, sehingga bergerak menuju arah tertentu atau mengarah ke tujuan tertentu.
Tahap berikut setelah intimacy adalah masa dewasa. Di sini seseorang menjalani tahap generativity, yang merupakan tahap untuk memiliki keturunan. Tahap ini bukan sekadar ditandai oleh adanya kontak seksual dengan pasangan yang kemudian menghasilkan keturunan, tetapi juga termasuk di dalamnya, rasa tanggung jawab untuk merawat keturunannya. Nah, pada tahap ini seseorang menciptakan generasi berikutnya, memberi bimbingan kepada generasi baru tersebut. "Bagi seorang dewasa yang matang, motivasi ini bukan sekadar keharusan, tetapi juga merupakan dorongan untuk memberikan kontribusi dalam membentuk keturunan yang berkualitas, serta untuk memastikan kontinuitas kehidupan manusia," ujar Dessy Ilsanty, M.Psi., Psikolog.
Dari penjelasan tersebut, kita sudah bisa mengetahui, rasa cinta seseorang terhadap keluarga ditandai dengan adanya rasa peduli dan keinginan untuk merawat keluarga, mengenali setiap kebutuhan keluarga, serta memerhatikan secara aktif perkembangan setiap anggota keluarganya. "Kondisi ini menjadi sumber sekaligus modal kepada seseorang untuk membentuk dan mengatur perilaku dirinya, sehingga ia mau melakukan apa pun untuk orang yang dicintainya. Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya. Pasangan akan mau melakukan apa saja untuk orang yang dicintai," kata Dessy.
Hal ini juga terjadi pada seorang ibu. Besarnya cinta pada keluarga, membuat ia tergerak melakukan perilaku yang mengarah ke tujuan tersebut, seperti menjalani kehamilan dan proses melahirkan. Ia sudah menyiapkan mental dan fisiknya untuk proses tersebut. Termasuk untuk menjalani prosesnya yang menyakitkan dan melelahkan. Seorang perempuan yakin, untuk menjadi seorang ibu, dibutuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Tapi demi keluarga yang ia cintai, ia mau melakukannya. Karenanya, meski calon ibu sudah memiliki kadar power of love yang cukup besar, suami juga sebaiknya berperan. Bila suami juga membesarkan kadar power of love yang dimiliki, kemudian mentransfernya kepada sang istri, maka kekuatannya menjadi luar biasa. Ibu pun akan lebih kuat, lebih tegar, lebih tahan, dan lebih tabah. Untuk itu, suami diharapkan mendukung pasangannya dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Salah satunya dengan menemani kontrol ke dokter sepanjang kehamilan dan mendampingi istri saat melahirkan. Berikan motivasi saat istri berjuang melahirkan si buah hati. Berikan kata-kata positif, pengakuan atas tanggung jawabnya yang luar biasa, ucapan terima kasih, pijatan ringan, atau apa pun yang membuat ibu tenang, nyaman, bangga, dan lancar saat bersalin. Dengan begitu, kadar power of love calon ibu semakin besar, sehingga ia dapat melalui proses melahirkan yang melelahkan dengan baik, serta minim rasa sakit.
Baca juga: http://nakita.id/Kehamilan/Cara-Alami-Mengurangi-Nyeri-Kontraksi-Melahirkan
Teknik Alami untuk Kurangi Nyeri Persalinan
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Heni Wiradimaja |
KOMENTAR