Nakita.id - Konsumsi minuman bersoda pada hampir seluruh negara di dunia dinyatakan melonjak secara signifikan. Hal ini diungkap dalam situs BBC/Healthnews.com. Sedangkan survei di Amerika Serikat mengungkap, kenaikan konsumsi soft drink dari 28 galon per kapita/tahun pada 2006 menjadi 55,9 galon per kapita/tahun pada 2010. Bahkan konsumsi soft drink di negeri Paman Sam ini untuk tahun 2013 mencapai angka 1,2 milyar liter.
Bagaimana di Indonesia? Setali tiga uang. Kuantitas konsumsi soft drink terus terdongkrak. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perusahaan soft drink, nilai produksi dan volume produksi soft drink di Indonesia mengalami peningkatan. Pada 1999 saja telah terdapat 279 industri yang berkecimpung dalam bidang industri soft drink. Kemudian, Survei LPEM UI menyebutkan, 40% konsumen mingguan soft drink adalah pelajar (4-18 tahun), mahasiswa, karyawan dan pensiunan. Soft drink dikonsumsi sama seringnya dengan minuman sirup dan makanan ringan, bahkan jauh lebih sering dibanding es krim.
Tak bisa dipungkiri, banyak anak suka minum soft drink. Rasanya memang nikmat, menyegarkan dan terkadang diselipi rasa manis dan asam. Padahal, kandungan di dalamnya semata-mata hanya kalori, soda dan kafein. Nah, biasanya soda ini diperkaya dengan karbondioksida yang menimbulkan busa. Di sisi lain, minuman yang pertama kali “ditemukan” di Amerika Serikat pada 1830 ini juga mengandung bahan pengawet.
KEGEMUKAN DAN DAMPAK LAINNYA
Seperti dilansir Newsmaxhealth, para peneliti di Westmead Millennium Institute for Medical Research, University of Sydney Australia, mendapati bahwa anak-anak yang minum satu atau lebih minuman bersoda setiap hari mengalami penyempitan arteri (pembuluh darah) di bagian belakang mata (retina), selain juga peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (jantung dan tekanan darah tinggi) di masa depan. Riset tersebut melibatkan sekitar 2.000 anak berusia 6- 12 tahun. "Penelitian ini hanyalah sepotong kecil bukti yang menunjukkan bahwa minuman bersoda sebenarnya tidak baik untuk anak-anak," ujar Bamini Gopinath yang merupakan juru bicara universitas tersebut.
Kemudian, lantaran kandungan soft drink utamanya adalah kalori sedangkan unsur gizi lainnya tak ada, minuman ini juga berisiko memengaruhi berat badan anak. Nah, bila anak kegemukan dan pola makannya buruk, untuk mengatasi masalah berat badan akan menjadi lebih sulit. Akibatnya, kegemukan ini bisa menetap sampai ia dewasa. Bagi anak perempuan, obesitas dapat memicu ia mengalami menstruasi lebih awal/dini.
Efek lainnya dari kegemukan adalah anak-anak jadi cenderung malas atau lambat. Ia lebih memilih aktivitas yang ringan dan mudah lantaran tubuhnya sudah kegemukan. Persoalan ini lebih sering dialami pada saat remaja. Kelak saat dewasa, justru problem kesehatan yang akan lebih menonjol.
Adapun masalah kegemukan yang berlanjut ini dapat berisiko terjadi penyumbatan pembuluh darah. Ujung-ujungnya mengakibatkan jantung koroner dan stroke di usia dewasa. Ini menjadi kekhawatiran bersama, apalagi jika minum soft drink sudah menjadi kebiasaan.
Bukan hanya perkara kegemukan atau obesitas, beberapa pihak menilai minuman bersoda dapat menimbulkan osteoporosis karena adanya penggunaan asam fosfat yang terkandung di dalamnya. Dikatakan, soft drink bisa menimbulkan ketidakseimbangan rasio normal kadar kalsium dan fosfat dalam tubuh. Sebagai informasi, dalam satu kaleng minuman bersoda ukuran 240 ml terkandung sekitar 41 mg fosfat. Nah, sebetulnya, dalam beberapa bahan makanan yang kita konsumsi pun terkandung fosfat. Maka bila anak mengonsumsi soft drink secara rutin, berisiko menyebabkan kadar fosfat dalam tubuh menjadi tinggi. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan rasio normal kadar kalsium dan fosfat dalam tubuh. Dampak selanjutnya, ketidakseimbangan tersebut menimbulkan penyerapan kalsium tak optimal dan berujung pada masalah osteoporosis.
BIJAK MENYIKAPI
Tentunya orangtua perlu bijak melihat fenomena ini. Sebenarnya, sepanjang konsumsi minuman bersoda ini tak menjadi kebiasaan sehari-hari, tidak masalah. Tetapi aAkan lebih baik lagi bila kita dapat menyediakan bagi anak minuman yang tak hanya nikmat menyegarkan, tapi juga mengandung gizi seperti susu atau orange juice.
Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS., Guru Besar Pangan dan Gizi - Institut Pertanian Bogor, orange juice mengandung vitamin C hingga 50 mg. Ini bisa memenuhi kebutuhan harian anak yang sekitar 45 mg per hari. Selain itu, bila anak mengonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup, dapat menyeimbangkan rasio normal kadar kalsium dan fosfat (yang terdapat dalam softdrink) dalam tubuh. Jadi, konsumsi soft drink dapat diimbangi dengan asupan kalsium sejauh jumlahnya adekuat. Selain pada susu dan orange juice, kalsium juga terdapat daging, unggas, telur, sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan susu.
Bila anak kelihatan sudah cenderung kebanyakan soft drink, segera ubah konsumsi makan dan minum sang buah hati. Atur kapan ia boleh minum soft drink. Arahkan untuk memilih minuman yang lebih mengandung nilai gizi (jus buah atau susu), dan banyak minum air putih untuk memenuhi kebutuhan cairan harian. Di sisi lain, orangtua juga menghindari kebiasan minum soft drink, apalagi sampai harus setiap hari dihidangkan. Tentunya anak akan melihat dan meniru kebiasaan orangtuanya. Maka jadilah teladan bagi anak sehingga ia dapat memilih konsumsi makanan ataupun minuan yang lebih baik. (*)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Hilman Hilmansyah |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR