Nakita.id - Batita umumnya sangat dekat dengan pengasuh utamanya, terutama Ibu. Karena terlalu dekat dan bergantung pada sang ibu, anak bersikap sangat posesif. Menurut seorang parent educator Calgary bernama Judy Arnall yang juga menulis buku “Discipline Without Distress” mengatakan, perilaku anak yang posesif ini sebenarnya normal saja.
Walaupun begitu, perilaku ini juga bisa mengganggu orang tua, yang khawatir anaknya memiliki perilaku posesif sejak awal, dan kemudian berkembang menjadi egoisme yang tak tanggung-tanggung.
(Baca juga : Tanpa Disadari, Kebiasaan Ini Membantu Anak Cerdas Sejak Bayi)
Bagi batita, kepemilikan adalah segalanya. Memiliki benda di tangannya, itu berarti benda tersebut adalah miliknya sepenuhnya. Demikian juga, jika seseorang berani mengambil selimutnya, mungkin benda tersebut tidak lagi menjadi miliknya dan ini sangat menakutkan baginya.
Pada waktunya, anak-anak mengembangkan pemahaman yang lebih kompleks tentang apa arti kepemilikan. Kebiasaan berbagi tidak bisa terjadi pada anak-anak begitu saja, tetapi membutuhkan waktu untuk membuat lompatan kognitif, yang biasanya terjadi pada usia tiga atau empat tahun.
Lalu bagaimana seharusnya orang tua merespons anak yang berperilaku posesif? Berikut adalah tiga cara ampuh dari Judy Arnall:
(Baca juga : 7 Cara Positif Agar Anak Disiplin Saat di Rumah)
1) Bila anak tak mau mengalah dengan anak lain saat sedang bermain, menurut Judy, orang tua harus menetapkan waktu giliran bagi setiap anak dan mengatakan, bahwa mereka semua harus berbagi satu sama lain. Lebih baik lagi jika orang tua mengatakan bahwa anak lain ingin bergiliran dengannya agar bisa bermain bersama-sama.
Cara dengan memberikan pilihan membuat anak-anak lebih cenderung melakukan hal yang diinginkan orang tua. Tetapi, jika orang tua segera mengambil benda yang anak pegang dan kemudian memberikannya kepada anak lain, kita sebenarnya memberikan pesan bahwa anak-anak harus menerima bila benda miliknya harus dipinjam orang lain.
2) Saat sedang berkunjung ke rumah anggota keluarga lain yang memiliki bayi, Ibu pasti tergelitik untuk bermain dengan si bayi dan menggendong-gendongnya. Melihat situasi ini, batita merasa tidak terima, maka ia berlari mendekat dan mencoba mengusir bayi itu sambil berkata "Ini mamaku!"
Saran dari Judy, kembalikan bayi ke tempat tidurnya atau ke pelukan ibu kandungnya dan peluklah anakmu. Jika tidak, anak akan tertekan karena ia merasa terlantar. Ia perlu dihibur dan diyakinkan.
Mungkin saja, hal ini sulit bagi orang tua karena tingkah lakunya nampaknya sangat ekstrem, tapi penting untuk kita pahami bahwa anak yang melakukan ini benar-benar mengekspresikan keterikatannya dengan Ibu. "Jika anak terus merasa aman tentang kasih sayang yang Ibu berikan untuknya, ia akan tumbuh untuk bisa menerima orang lain dalam hidup Ibu," kata Judy.
(Baca juga : Makin Banyak Anak, Ibu Makin Kurang Tidur)
3) Selama waktu bermain dengan anak lain, anak memberikan mainan kepada Ibu sebagai tanda ia tidak ingin bermain dengan orang lain. "Semua orang memiliki barang istimewa yang tidak ingin mereka bagikan," kata Judy.
Dalam situasi ini, anak-anak juga menyadari bahwa orang dewasa memiliki kekuatan untuk menjauhkan hal-hal dari anak-anak lain. Sebaiknya, hormati rasa kepemilikan anak-anak kita. Lain kali, Ibu dapat menjadwalkan rutinitas bermain, dan Ibu bisa bertanya kepada anak tentang barang-barang yang tidak ingin ia bagikan dan berikan petunjuk padanya agar mainan tersebut disimpan lebih dulu.
Kepemilikan, saling berbagi dan meminjamkan benda-benda favorit anak adalah interaksi sosial yang kompleks yang berada di luar kemampuan otak sebagian besar batita. "Mereka tidak akan selamanya posesif. Kenali bahwa tahap ini akan berlalu dan, pada waktunya, batita akan menjadi sedikit kurang teritorial, sedikit lebih cenderung untuk berbagi."
Penulis | : | Ida Rosdalina |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR