Mulailah dengan kesepakatan, bukan argumen. Buatlah kalimat sedemikian rupa, sehingga anak menjawab ‘ya’.
Nakita.id.- Tidak perlu ngotot ingin menang sebab seperti kata Pamela Druckerman, penulis Bebe Day by Day (Penguin Press, London 2013), “Remember, you’re on a long-term mission to educate. You don’t have to win every battle.” Ya, adakalanya memang orangtua dituntut bernegosiasi dengan anak. Apalagi di usia ini balita sudah pandai menawar. Bahkan, ia punya macam-macam alasan yang bisa ia buat agar orangtua mau menuruti kemauannya. Terdengar membingungkan, geli, sekaligus lucu, tetapi sering membuat kita dilema, apakah harus dituruti? Atau dilarang?
Negosiasi antara orangtua dan balita sebetulnya merupakan pengalaman penting bagi anak. Proses tawar menawar dapat menjadi cara kita mengajarkan anak untuk menghadapi masalah dengan baik. Ada kalanya tawar menawar itu berakhir dengan kemenangan kita (orangtua), yang mana anak harus melakukan apa yang kita minta, ada kalanya kita yang menuruti kemauan anak. Proses ini ibarat simulasi bagaimana nantinya anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Proses ini juga mengajarkan anak untuk mau bekerja sama atau berkompromi dengan orang lain, yang nantinya menjadi model pembelajaran bagi anak, bagaimana bersosialisasi dan bekerja sama di masyarakat.
HINDARI ARGUMEN
Menghadapi seribu satu alasan si balita memang tak mudah, tetapi kita tetap bisa melakukan sesuatu untuk itu. Perlu diingat, tawar menawar ini adalah bagian dari pembelajaran anak, yang menjadi salah satu kemampuan penting yang perlu diajari. Jadi, mari kita lakoni saja tantangan dari si kecil, berbekal tips-tips berikut ini;
1. Mulailah dengan kesepakatan, bukan argumen. Buatlah kalimat sedemikian rupa, sehingga anak menjawab ‘ya’. Contoh, anak tidak mau makan sekarang. Setelah merayu tak mempan, cobalah berkata, ”Oh, kamu mau makan sendiri? Boleh, sini duduk di sebelah Ibu.” Biasanya anak lebih mendengarkan saat kita menawarinya pilihan untuk melakukan sesuatu sendiri.
2. Jelaskan apa yang kita inginkan pada anak. Katakanlah, “Kita harus pulang ke rumah sekarang karena Ayah harus kerja.” Setelah kita menjelaskan demikian, bersiaplah dengan respons yang akan dilontarkan anak. Jika ia berujar enggan pulang, katakan saja sekali lagi, “Ayah mau kerja dan adik juga mau tidur siang.” Tatap matanya, sampaikan dengan tegas tapi tenang agar si prasekolah mengerti, bahwa ada orang-orang lain yang juga menginginkan untuk segera pulang.
3. Libatkan anak untuk menentukan pilihannya sendiri. Berilah dua pilihan, sekali lagi, sampaikan dengan tegas tetapi tenang. Misalnya, saat anak menolak mandi, katakan, “Sekarang Kakak mau mandi sendiri atau dimandikan Ibu?”
4. Saat harus berkata ‘tidak’, katakan dengan tegas dan yakin. Tak perlu berteriak-teriak (kecuali keadaan berbahaya), cukup tatap langsung mata anak, berlutut agar berdiri sejajar, dan jelaskan mengapa ‘tidak’ dengan yakin.
5. Jelaskan alasan mengapa anak harus melakukan ini itu, juga alasan mengapa kita berkata ‘tidak.’ Berkata ‘tidak’ bukan berarti agar anak mematuhi semua yang kita inginkan, tetapi kita ingin menunjukkan pada anak bahwa tak semua hal yang ia inginkan harus terpenuhi saat itu juga.
6. Kadang anak akan kesal pada kita, tapi memang kenyataannya tak semua keinginan anak harus kita ikuti. Ketahulah, keinginan anak itu seperti tak ada habisnya. Justru tugas kitalah untuk menghentikannya dengan kata ‘tidak’ sesekali. Dia juga harus belajar, bahwa tidak semua keinginannya bisa terpenuhi.
7. Namun, sesekali biarkan anak ‘menang’, dengan memilih mana ‘perang’ yang kira-kira cocok untuk ia menangkan. Iyakan penawarannya, tapi tak berarti kita kalah. Misalnya, dalam hal mandi di waktu libur, mungkin kita boleh sedikit memundurkan jamnya.
8. Kita bisa mengambil keputusan, meski anak tak sepakat dengan yang kita inginkan. Pada akhirnya, harus ada seseorang yang menentukan ending-nya bagaimana dari tawar menawar ini. Sepanjang kita sudah mendengarkan pendapat si kecil, saat pendapatnya itu pun tak sesuai dengan aturan yang ada, tetaplah berpegang pada aturan.
Satu hal yang perlu kita ingat, negosiasi tidak berarti kita menyerah pada kemauan anak. Tawar menawar berarti anak dan kita sama-sama punya hak untuk menyuarakan keinginan, sekaligus kewajiban untuk mendengarkan. Namun, keputusan akhir tetap ada pada kita sebagai orangtua. Karena itulah kita menjadi orangtua, untuk mendidik dan membimbing anak. (*)
KOMENTAR