Nakita.id.- Berita yang mengenaskan baru-baru ini dilangsir dimana sepasang kakak adik ditemukan tewas setelah menjatuhkan diri dari lantai 5A apartemen Gateway, Bandung (24/7/2017)
Kejadian tersebut kontan menjadi heboh dan viral di jagat maya tanah air. Banyak media menulis kakak beradik tersebut, Eliviana Parumbak (34) melompat terlebih dulu disusul sang adik, Eva Septiani Parumbak (28), melakukan bunuh diri karena mengalami gangguan psikis sejak lama.
Seperti dilansir grid.id, keduanya pernah dirawat di Panti Rehab Kejiwaan sebuah yayasan di Bogor, bahkan adik bungsu kedua korban tersebut masih dalam perawatan di sana.
Pertanyaannya, gangguan psikis seperti apa dan yang bagaimana yang bisa membuat orang nekat melakukan aksi loncat dari lantai 5 sebuah apartemen?
Menurut sebuah penelitian, gangguan jiwa acap terjadi pada seseorang saat melakukan bunuh diri dengan angka kejadian berkisar antara 27% hingga lebih dari 90%. Seseorang yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa memiliki risiko melakukan tindakan bunuh diri, yang berhasil sebesar 8.6% selama hidupnya.
Penting diketahui, sebagian dari orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi memiliki gangguan depresi mayor.
Orang yang mengidap gangguan depresi mayor atau salah satu dari gangguan keadaan jiwa seperti gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi, hingga mencapai 20 kali lipat, untuk melakukan bunuh diri.
Kondisi lain yang turut terlibat adalah schizophrenia(14%), gangguan kepribadian (14%), gangguan bipolar, dan gangguan stres pascatrauma.
Sekitar 5% pengidap schizophrenia mati karena bunuh diri. Gangguan makan juga merupakan kondisi berisiko tinggi lainnya.
Riwayat percobaan bunuh diri di masa lalu merupakan alat prediksi terbaik terjadinya tindakan bunuh diri yang akhirnya berhasil. Kira-kira 20% bunuh diri menunjukkan adanya riwayat percobaan di masa lampau.
Dari kasus bunuh diri yang berhasil, sekitar 80% individu yang melakukannya telah menemui dokter selama setahun sebelum kematian, termasuk 45% di antaranya yang menemui dokter dalam satu bulan sebelum kematian.
Sekitar 25%–40% orang yang berhasil melakukan bunuh diri pernah menghubungi layanan kesehatan jiwa pada tahun sebelumnya.
Di Indonesia beruntung ada komunitas Into The Light yang pembentukannya berawal dari langkah sederhana. Mereka merupakan kelompok yang memutuskan untuk terjun mendampingi individu yang merasa memiliki dorongan untuk bunuh diri.
Baca juga: Perempuan Lebih Mudah Stres Tapi Kenapa Laki-Laki Yang Banyak Bunuh Diri Ini Kata Psikolog
"Ini berawal tahun 2015 di mana kami melihat banyak berita tentang bunuh diri. Justru pertama kali karena mau buat seminar," kata salah satu pendiri Into The Light Benny Prawira seperti dikutip dari harian Kompas (24/7/2016). Benny menceritakan, ketika itu berita tentang bunuh diri di media kian marak.
Dia dan teman-temannya memutuskan untuk melakukan seminar seputar pencegahan bunuh diri untuk sebagai tindakan agar bisa mengurangi jumlah orang yang ingin bunuh diri.
Untuk sesi konsultasi dan pendampingan, Into The Light membuka secara online melalui akaun media sosial dan email komunitas.
Mereka sebisa mungkin menjadi kawan curhat atas masalah yang membebani seseorang dan pada tahap tertentu, orang tersebut akan dirujuk untuk menemui psikiater.
"Kadang orang enggan ke psikolog atau psikiater sebab takut penilaian orang, dikira orang gila gitu," kata Benny. (*)
Toys Kingdom dan MilkLife Wujudkan Senyum Anak Negeri untuk Anak-anak di Desa Mbuit
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR