Nakita.id- Sudah banyak anjuran oleh para ahli untuk mengatur jarak kehamilan karena memang penting untuk kebaikan ibu juga anak. Karena itulah mengapa pemerintah Indonesia mempunyai program Keluarga Berencana, yang maksudnya bukan untuk membatasi jumlah anak, tapi merencanakan kehamilan dengan tepat.
Perencanaan kehamilan dengan mengatur jarak kehamilan ini penting. Menurut penelitian memulai kehamilan dalam waktu enam bulan setelah kelahiran hidup dikaitkan dengan peningkatan risiko; lahir prematur, abrupsio plasenta, yaitu sebagian atau seluruh plasenta mengelupas dari dinding dalam rahim sebelum melahirkan.
Selain itu berisiko mengalami bayi dengan berat lahir rendah, gangguan bawaan, hingga skizofrenia.
Penelitian terbaru menunjukkan, kehamilan dalam waktu kurang dari dua tahun lahir, tepatnya kurang dari 12 bulan hidup, ternyata bisa dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme pada anak-anak lahir di usia dini.
Mengenai hal ini peneliti Agustin Conde-Agudelo, MD, MPH, dan rekan, menganalisis 67 studi yang diterbitkan antara tahun 1966 dan 2006. Analisis ini menjelaskan pengaruh yang diketahui pada hasil kehamilan, termasuk usia ibu dan status sosio-ekonomi.
Hasilnya, risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan ukuran kecil untuk usia kehamilan masing-masing meningkat sebesar 1,9%, 3,3%, dan 1,5% setiap bulannya. Kondisi itu didapat pada ibu yang jarak kehamilannya kurang dari 18 bulan.
Dari hasil analisisnya itu Agudelo menemukan, kehamilan yang jaraknya lebih dari lima tahun memiliki risiko kehamilan yang buruk. Jika dipersentasikan, menurut Agudelo, kondisi cenderung buruk meningkat sebesar 0,6% menjadi 0,9%.
Mengenai analisisnya itu kepada WebMD Agudelo menyampaikan "Setelah kelahiran, jarak yang disarankan untuk kehamilan berikutnya adalah 18 bulan dan tidak lebih dari 60 bulan untuk mengurangi risiko hasil kelahiran yang buruk."
Baca juga: Tulang Keropos Karena Jarak Kehamilan Terlalu Dekat
Jarak kehamilan pun berpengaruh pada angka harapan hidup bayi. Perlu diketahui, empat juta bayi meninggal setiap tahun dalam waktu satu bulan kelahiran. Di Amerika Serikat konon kabarnya hingga mencapai angka 19.000.
Menurut WHO hal ini terjadi kemungkinannya karena berhubungan langsung dengan kelahiran prematur, yang acap kali terjadi pada jarak kehamilan yang terlalu dekat.
Mengenai hal tersebut seorang pakar epidemiologi, Rachel Royce, PhD, kepada WebMD mengatakan "Mengatur jarak kehamilan dengan tepat, dapat memberikan perubahan yang besar terhadap dampak kesehatan masyarakat dikemudian hari."
Masih menurut Royce, di Amerika Serikat 6% - 10% kehamilan terjadi kurang dari dari enam bulan setelah melahirkan.
Baca juga: Risiko Jarak Kehamilan Terlalu Jauh
Jika seorang ibu mengatur jarak kehamilan dengan tepat, ibu bisa memiliki cukup waktu untuk pulih dari kehamilan sebelumnya, sebelum kembali hamil.
Ingat, setelah hamil dan melahirkan seorang ibu harus menyusui anaknya. Saat itu persediaan nutrisi ibu akan terkuras, selain karena dipakai oleh ibu, juga “diambil” oleh bayi dari ASI, terutama folat dan zat besi.`
Bayangkan, jika hal ini saja belum tergantikan, dan ibu hembali hamil, maka bisa memengaruhi kesehatan diri ibu sendiri juga kesehatan bayi.
Untuk mengurangi risiko komplikasi kehamilan dan masalah kesehatan lainnya, hasil penelitian menyarankan ibu bisa hamil kembali setelah 18 sampai 24 bulan setelah melahirkan.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi ibu yang mengalami keguguran. Jika ibu sudah sehat, siap, dan dokter menyatakan oke untuk hamil kembali, ibu bisa segera kembali hamil. (*)
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR