Nakita.id - Seorang mahasiswi di Nantong, Jiangsu, Tiongkok nekat hanya makan mi instan saja selama 3 minggu.
Semula ia berniat menghemat pengeluaran demi menabung untuk menyambut Hari Belanja tahunan yang disebut Guanggun Jie.
Guanggun Jie jatuh setiap tanggal 11 November.
Baca Juga : Jangan Konsumsi Mie Instan 2 Kali Seminggu, Karena Ini yang Terjadi di Perut Setelah Memakannya!
Pada hari tersebut digelar diskon besar-besaran untuk berbagai produk.
Hari belanja menjadi populer sejak beberapa tahun lalu, membuat banyak anak muda di Tiongkok rela menabung untuk membeli berbagai barang diskon, termasuk Hong Jia.
Hong Jia berkomitmen untuk hanya makan mi instan selama 3 minggu agar bisa berhemat.
Ia memulai makan mi sejak 15 Oktober lalu dan bisa menabung sebesar 749 yuan atau sekitar Rp1,5 juta.
Nahasnya, Hong justru hanya bisa mengggunakan uang tersebut untuk berbelanja masker wajah saat Hari Belanja.
Pasalnya, ia justru tergolek di rumah sakit saat hari itu tiba karena demam tinggi.
Uang tabungannya justru habis untuk biaya perawatan selama 2 hari, infus, dan juga obat-obatan.
Kepada media lokal, ia mengaku biaya infusnya lebih dari 1.000 yuan(Rp2,1 juta) dan obat-obatan lebih dari 100 yuan(Rp210 ribu).
Jadi jika dikalkulasi, tabungannya kurang untuk menutup biaya rumah sakit tersebut.
Meski kurang jelas apa penyebab sakitnya, Hong percaya bahwa mi instan salah satu penyebabnya.
Ibu Hong pun menentang aksi putrinya tersebut, ia mengatakan putrinya pantas sakit karena melakukan cara seperti itu.
Sang ibu juga berpesan agar Hong banyak minum air putih.
Baca Juga : 10 Cara Sederhana Mengusir Cicak dari Dalam Rumah, Murah dan Efektif
Berkaca dari kasus Hong tersebut, ternyata makan mi instan setiap hari memang berbahaya.
Melansir dari tribunnews.com, makan mi instan setiap hari meningkatkan risiko berbagai penyakit, di antaranya:
Arteoklerosis
Mi instan mengandung lemak trans.
Lemak ini meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam darah, sehingga dapat menyebabkan risiko penumpukan atau terseumbatnya pembuluh darah.
Penyumbatan pembuluh darah disebut juga arteoklerosis yang dapat memicu beberapa masalah kardiovaskular seperti hipertensi, serangan jantung, juga stroke.
Mi instan juga mengandung garam yang tinggi.
Pola makan tinggi mineral seperti ini bisa meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Baca Juga : Gisel Dikabarkan Gugat Cerai Gading, Begini Unggahan Pengasuh Gempita
Obesitas
Nutrisi dalam mi tidak menyediakan cukup kalori yang diperlukan untuk semua aktivitas tubuh.
Oleh karena itu, sering makan mi instan bisa memicu kelebihan beban karbohidrat dan lemak, dengan mudah menyebabkan Moms obesitas.
"Wanita yang makan mi instan dua kali seminggu atau lebih memiliki risiko sindrom metabolik yang lebih tinggi daripada mereka yang makan lebih sedikit, atau tidak sama sekali, terlepas dari apakah gaya diet mereka jatuh ke dalam kategori makanan cepat saji tradisional," kata Hyun Shin, doktor di Harvard School of Public Health.
Kekurangan nutrisi
Menurut banyak penelitian ilmiah, bahan utama mi instan adalah tepung terigu dan lemak, sehingga tidak akan dapat memenuhi jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Oleh karena itu, sering makan mi secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan kekurangan nutrisi.
Memicu batu ginjal
Mi instan biasanya mengandung banyak garam, yang membuatnya mudah membentuk batu ginjal dalam tubuh.
Selain itu, kandungan fosfat dalam mi baik untuk tubuh tetapi membuat tulang mudah terkikis.
Selain penyakit tersebut, kebanyakan mi instan juga mengandung zat kimia ertiary-butyl hydroquinone (TBHQ), pengawet makanan yang merupakan produk biobutane, yang juga dipakai dalam industri minyak.
Zat kimia ini menyebabkan mie tidak mudah dicerna di dalam sistem pencernaan kita.
Baca Juga : Tulis Tentang Mengobral Aib Pasangan, Inul Mengaku Modal Nikahnya Dulu Hanya 500 Perak
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | oddity central,tribunnews,kompas,Next Shark |
Penulis | : | Kunthi Kristyani |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR