Dr Bambang Supriyatno, SpA(K), pakar pernapasan anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), mengatakan keterlambatan pengobatan merupakan faktor utama terjadinya kematian akibat pneumonia.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Hubungan Intim Saat Menstruasi Bisa Hamil?
"Jika sudah parah baru ditangani, pneumonia akan sulit diobati. Karena itu, dengan melihat tanda-tanda sedari dini, kemungkinan sembuhnya akan semakin besar," jelas Bambang dalam diskusi kesehatan yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di Jakarta, Jumat (8/11/2013).
Gejala pneumonia paling jelas ialah irama nafas cepat bayi.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Kenali Mikropenis, Kondisi Penis Kecil Pada Anak
Pada bayi berusia kurang dari dua bulan kondisi ini yaitu saat frekuensinya mencapai 60 kali per menit.
Pada bagi bayi berusia 2-12 bulan frekuensinya 50 kali per menit.
Sementara pada balita berusia 1-5 tahun frekuensinya 40 kali per menit.
Pemeriksaan napas bayi ini sebaiknya dilakukan saat kondisi bayi rileks, bukan dalam keadaan menangis.
"Keadaan napas cepat mudah dikenali, bahkan tidak perlu menggunakan alat khusus.
Meskipun seringkali angka pasti perhitungannya bisa berbeda satu orang dengan yang lain.
Bisa jadi satu orang menghitung 72, satu lagi bisa 75. Namun jika angkanya sudah tinggi, bisa dipastikan itu pneumonia," jelasnya.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Curahan Pilu Angelina Jolie Lakukan Operasi Angkat Payudara dan Rahim Untuk Hindari Kanker
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Source | : | Kompas.com,kidshealth |
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR