Nakita.id - Ananda Yue Riastanto duduk di atas pangkuan ayahnya, Sugiyanto (33) di teras rumahnya di RT 27/14 Pedukuhan Dhisil, Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Sabtu (9/9/2017). Bocah berusia 8 tahun itu itu hanya terdiam meski Sugiyanto menggoyangkan badannya dan mengajaknya bicara.
Kondisi Ananda tidak seperti bocah seusianya. Bobot badanya diketahui hanya berkisar 18 kilogram dengan tinggi 112 meter.
Tubuhnya terlihat lemas meski kedua telapak tangannya terlihat mengepal.
Sesekali bocah itu mengeluarkan suara yang keluar dari tenggorokannya.
Suaranya menyerupai dengkuran. Dengkuran itu sebagai respons sang bocah untuk berinteraksi dengan orang sekitarnya.
Meski banyak orang di sekitarnya, matanya hanya terbelalak tajam ke arah depan.
Di hidungnya terpasang selang kecil. Selang itu berfungsi untuk menyalurkan asupan makanan ke perutnya. Ananda memang tidak bisa menerima asupan makanan dari mulut.
Anak semata wayang Sugiyanto dengan Deni Rianingsih (32) itu didiagnosa terkena ensepalofati atau kerusakan otak besar.
Dia pun mengalami kelumpuhan dan tidak mampu berbicara. Hal ini dideritanya setelah bocah yang memiliki hobi membaca buku itu digigit ular "weling".
"Kejadiannya 5 Januari 2017 pukul 03.00 WIB," ujar Sugiyanto ketika bercerita dengan Kompas.com di kediamannya.
Sugiyanto menceritakan, peristiwa itu terjadi ketika Ananda sedang terlelap di kamarnya.
Tiba-tiba Ananda terbangun dan langsung memberitahu bahwa kakinya digigit ular. Sugiyanto pun melihat gigitan ular membekas di telunjuk kaki kiri anaknya.
Ananda langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
"Awalnya ke rumah sakit di Wates, paginya baru dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito," ucap Sugiyantom di rumahnya yang beratap seng dan berdinding batako itu.
Meski sudah mendapatkan pertolongan sebut dia, kondisi Ananda tak kunjung membaik. Awalnya Ananda hanya merasa mual sampai akhirnya tubuhnya menjadi kaku yang diduga pengaruh bisa dari ular weling itu. Ananda pun harus menjalani perawatan intensif di RSUP Sardjito dengan kondisinya tersebut.
"Selama 32 hari, anak saya dirawat inap di RSUP Sardjito," tutur perajin ceriping berbahan umbi-umbian itu.
Beruntung, Sugiyanto memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga biaya pengobatan anaknya tidak begitu menjadi kendala.
Awal Maret 2017 sebut Sugiyanto, anaknya diperbolehkan pulang untuk menjalani pengobatan di rumah. Setiap bulan Ananda dibawa ke RSUP Sardjito untuk berobat.
Di rumahnya, Ananda hanya berbaring di atas kasur ditemani Rianingsih setiap hari. Agar tak bosan, Rianingsih membacakan ayat suci Alquran atau bercerita. Penglihatan Ananda memang tidak berfungsi secara normal setelah dipatok ular.
"Selama di rumah, anak saya harus makan tiga jam sekali lewat saluran hidung. Setiap hari dia masih minum obat. Kadang-kadang kami terapi sendiri seperti dijemur di bawah sinar matahari pagi, diajak duduk, dan dipijat," kata Sugiyanto.
Sugiyanto sendiri mengaku, setiap hari dirinya harus mencari ubi gadung atau umbi liar yang tumbuh di tengah hutan untuk dijadikan keripik. Penghasilannya yang tak menentu, membuat pria kelahiran Ngawi ini lebih giat bekerja. Apalagi istrinya saat ini fokus merawat anaknya.
Selain memenuhi kebutuhan hidup, dia juga harus memenuhi kebutuhan anaknya selama menjalani perawatan di rumah. "Setiap hari saya buat keripik setengah jadi. Setelah itu saya kirim ke Klaten. Alhamdulillah adasaja rejekinya untuk anak saya dengan kondisinya itu," tutur Sugiyanto.
Meski kondisi anaknya belum banyak berubah menurut Sugiyanto, terdapat kemajuan pada anaknya selama beberapa bulan terakhir. Ananda mulai bisa menunjukkan mimik wajah ketika sedih maupun senang. Bocah yang sempat duduk di kelas 1 SD Negeri Salamrejo itu pun mulai bisa tersenyum.
"Tiga kali kalau enggak salah, sekali tersenyum ketika tidur, sekali sama saya ketika saya ajak bercanda, dan sekali sama istri. Dia juga menangis kalau minta sesuatu atau sedang marah ," kata dia.
"Secara fisik sehat, tapi Ananda ini badannya masih lemas. Sudah bisa mendengar, tapi belum bisa melihat dan bisacara. Kalau dikagetkan dia juga terkejut," tambah dia.
Sugiyanto yakin anaknya bisa sembuh. Dia mengaku tak berhenti memanjatkan doa agar anaknya bisa tumbuh seperti anak pada umumnya dan bisa membanggakan orangtuanya ketika dewasa nanti.
"Alhamdulillah Nanda (panggilan Ananda) kemarin rangking satu pada semester pertama di sekolahnya," ujar Sugiyanto.
"Seharusnya Ananda sekarang kelas dua, tapi karena kondisinya dia sudah enggak sekolah sejak semester dua," lanjut dia.
Dirindukan teman-temannya
Sugiyanto mengatakan, pribadi Ananda memang berbeda dengan bocah pada umumnya.
Anaknya bisa membaca lancar ketika masih belajar di tingkat taman kanak-kanak. Hobinya membaca setiap buku yang diteminya. Bahkan buku dari sekolahnya sudah tuntas dibacanya sejak hari pertama sekolah.
"Nanda itu pendiam dan lebih sering ada di rumah. Selain baca buku, dia suka nonton film kartun dan main game. Pokoknya tiga hal itu yang paling disenanginya," tutur Sugiyanto.
Meski jarang keluar rumah, Sugiyanto mengatakan, Ananda dirindukan teman-teman sebayanya.
Bukan tanpa sebab, Ananda kerap membantu teman-temannya belajar di sekolah. Banyak temannya sering bertanya kepadanya jika ada materi pelajaran yang sulit dipahami.
"Itu teman-temannya sendiri yang bilang. Mereka bilang tidak ada teman yang bisa ditanyai lagi. Guru pun masih berharap, Ananda bisa segera sembuh dan bisa sekolah lagi. Rapornya masih disimpan oleh guru jika mau kembali sekolah," kata Sugiyanto.
(Kompas/Teuku Muhammad Guci Syaifudin)
Artikel ini permah dimuat di kompas.com dengan judul : Digigit Ular, Sudah Setahun Bocah Peraih Ranking Satu Ini Lumpuh
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR