Namun, terjadinya tsunami pada saat itu menimbulkan perdebatan di antara peneliti terkait penyebabnya.
Lewat berbagai penelitian dan simulasi tsunami di laboratorium, semakin diyakini bahwa luncuran piroklastik atau awan panaslah yang membangkitkan tsunami saat itu.
Hal itu juga diperkuat dari hasil survei dan pengujian terhadap sampel inti yang diambil dari dasar laut di kawasan Krakatau oleh geolog Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat.
Ketika Haraldur melakukan penyelaman si sekitar Gunung Krakatau tahun 1990-an, ia menemukan material awan panas di dasar laut yang melingkar dan hampir simetris di sekitar Krakatau.
Baca Juga : Bukan Uang, Ini Alasan Bule Betah Tinggal di Indonesia: Tidak Mungkin Saya Kembali ke Inggris
Menurut seorang geolog yang meneliti paleostunami, Gegar Prasetya setelah letusan dahsyat Gunung Krakatau, menimbulkan munculnya awan panas seperti buldoser dan kecepatannya dapat melampaui ratusan kilometer perjam.
Awan panas besar dan cepat itulah yang membangkitkan gelombang tinggi.
Tidak hanya tsunami, awan panas tersebut juga membakar pemukiman warga di Tenggara Lampung.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Riska Yulyana Damayanti |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR