Nakita.id - Bencana tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau yang terjadi di pesisir Banten dan Lampung Selatan (22/12/2018) menyisakan duka di akhir tahun ini ya Moms.
Bagaimana tidak, tsunami yang menerjang Banten dan Lampung Selatan tersebut hingga pukul 16.00 (23/12/2018) menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, melaporkan jumlah korban tercatat 222 meninggal dunia, 843 luka dan 28 orang hilang.
Sedangkan kerusakan fisik, sebanyak 556 unit rumah rusak, 9 unit hotel rusak berat, 60 warung kuliner rusak serta 350 kapal-perahu rusak.
Kemungkinan, material sedimen di sekitar Gunung Anak Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.
Baca Juga : Aduh! Baru Saja Nikah Nur Khamid Akan Ditinggal Istrinya Bulenya!
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan secara resmi bahwa tsunami telah terjadi dan menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda, seperti pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.
Namun tahukah Moms, jika tsunami hebat sebelumnya pernah terjadi akibat erupsi Gunung Krakatau pada tahun 1883?
Saat itu, letusan dahsyat Gunung Krakatau menimbulkan ombak tinggi tsunami di pesisir barat Jawa seperti di Merak, menurut kesaksian, mencapai lebih dari 25 meter, di Teluk Betung gelombang mencapai 15 meter, bahkan di beberapa tempat mencapai 35 meter.
Baca Juga : Bukan Sayang, Panggilan Nur Khamid Kepada Istrinya yang Bule Ini Buat Ivan Gunawan Kaget
Namun, terjadinya tsunami pada saat itu menimbulkan perdebatan di antara peneliti terkait penyebabnya.
Lewat berbagai penelitian dan simulasi tsunami di laboratorium, semakin diyakini bahwa luncuran piroklastik atau awan panaslah yang membangkitkan tsunami saat itu.
Hal itu juga diperkuat dari hasil survei dan pengujian terhadap sampel inti yang diambil dari dasar laut di kawasan Krakatau oleh geolog Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat.
Ketika Haraldur melakukan penyelaman si sekitar Gunung Krakatau tahun 1990-an, ia menemukan material awan panas di dasar laut yang melingkar dan hampir simetris di sekitar Krakatau.
Baca Juga : Bukan Uang, Ini Alasan Bule Betah Tinggal di Indonesia: Tidak Mungkin Saya Kembali ke Inggris
Menurut seorang geolog yang meneliti paleostunami, Gegar Prasetya setelah letusan dahsyat Gunung Krakatau, menimbulkan munculnya awan panas seperti buldoser dan kecepatannya dapat melampaui ratusan kilometer perjam.
Awan panas besar dan cepat itulah yang membangkitkan gelombang tinggi.
Tidak hanya tsunami, awan panas tersebut juga membakar pemukiman warga di Tenggara Lampung.
Awan panas yang yang menerjang pemukiman itu membuat ribuan orang meninggal dunia lantaran kebakar abu panas.
Akibat letusan Gunung Krakatau yang hebat itu terdapat 3600 menjadi korban dan beberapa pesisir diterjang tsunami hebat.
Salah satu bukti adanya tsunami itu yaitu adanya batu karang besar seberat sekitar 600 ton berada di pantai Anyer tepatnya di halaman sebuah hotel dekat mercusuar Anyer.
Wah, ternyata sebelum stunami Banten kemarin terjadi ada tsunami juga ya Moms yang lebih dahsyat akibat letusan Gunung Krakatau.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Riska Yulyana Damayanti |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR