Nakita.id - Kanker endometrium adalah pertumbuhan sel yang cepat di endometrium (lapisan rahim).
Kondisi ini juga lebih familiar sebagai kanker rahim.
Kanker ini menempati urutan keempat kanker yang ditemukan pada perempuan hingga sekitar 40.000 meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Baca Juga : Konsumsi 3 Jenis Zat Gizi Ini untuk Mencegah Kanker Serviks, Moms
Sebagian besar terjadi pada perempuan pasca-menopause, sebagian besar ketika mereka berusia 70an.
Kanker endometrium memiliki peluang lebih buruk untuk bertahan hidup dalam periode 5 tahun dibandingkan kanker payudara atau prostat.
Pada tahap awal kanker ini dapat diobati dengan histerektomi.
Namun, tentu akan semakin mematikan di tahap lanjut.
Moms inilah berbagai penyebab Kanker Endometrium.
Faktor risiko utama yang terkait dengan kanker rahim adalah menopause, obesitas, diabetes, estrogen dan hipertensi.
1. Menopause
Perempuan yang menjalani perawatan pascamenopause dengan hormon memiliki risiko lebih tinggi tertular kanker rahim daripada yang lainnya.
Baca Juga : Memar Bisa Jadi Salah Satu Tanda Leukemia Anak, Ketahui Tanda Lainnya!
Menurut studi epidemiologi, seringnya penggunaan estrogen dapat meningkatkan risiko yang substansial, terutama di kalangan perempuan kurus.
Terapi penggantian hormon banyak digunakan sebelumnya untuk mengobati kelemahan menopause, kelelahan, dan penyakit jantung.
2. Obesitas
Obesitas adalah faktor risiko utama untuk lebih dari setengah kasus kanker rahim.
Perempuan dengan BMI lebih tinggi lebih rentan terhadap kanker ini daripada wanita dengan BMI normal.
Lemak tubuh merupakan kelenjar endokrin kompleks, terdiri dari adiposit, preadiposit, infiltrasi makrofag, saraf, stroma, dan sel induk.
Baca Juga : Bisa Cegah Infeksi Miss V, Ini Manfaat Besar Minum Jahe Saat Sarapan
Semua ini menggabungkan adipokine yang memiliki efek terlokalisasi yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel endometrium dan dapat membentuk tumor.
Selain itu, jaringan adiposa pada lemak, juga mendorong pembentukan tumor, karena mengandung sel punca mesenkim.
Semakin banyak jaringan adiposa dapat menyebabkan aktivitas aromatase, kondisi ini juga dapat menyebabkan hiperglikemia, yang menjadi sumber proliferasi endometrium.
3. Diabetes
Sebuah studi mamografi Swedia menemukan hubungan positif antara diabetes dan penurunan aktivitas fisik.
Diabetes tipe 2 dikaitkan dengan hiperinsulinemia.
Kondisi ini meningkatkan kadar estrogen yang bersamaan menurunkan hormon seks globulin.
Baca Juga : Sering Lapar Jadi Tanda Diabetes pada Anak, Perhatikan Tanda Lainnya
Kadar IGF-1 dan protein pengikat IGF-1 yang tinggi, telah diketahui menyebabkan kanker endometrium, terutama pada perempuan obesitas yang lebih tua.
Protein C-reaktif, biomarker inflamasi meningkat karena resistensi insulin yang disebabkan selama diabetes, sehingga meningkatkan kemungkinan kanker rahim pasca menopause.
4. Hipertensi
Meskipun hubungan antara hipertens dan kanker endometrium tidak signifikan, hal ini dapat dikaitkan dengan faktor-faktor seperti perubahan gaya hidup, kondisi medis yang berputar di sekitar pola makan, kurang olahraga, BMI dan diabetes.
Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan kecemasan dapat meningkatkan risiko kanker.
Baca Juga : Catat 4 Bahan Alami Agar Semut Tidak Mendekat pada Makanan di Rumah
Ada juga alasan lain yang bisa memengaruhi, antara lain :
- Penggunaan tamoxifen untuk mencegah terjadinya kanker payudara.
- Menderita sindrom metabolik.
- Estrogen diproduksi oleh tubuh, mencapai jaringan endometrium.
- Riwayat keluarga dengan kanker rahim pada ibu atau saudara perempuan.
- Kondisi genetik seperti sindrom Lynch
- Menderita hiperplasia endometrium
Kanker jenis ini menjadikan seorang perempuan tidak dapat melahirkan, menstruasi dini, menopause terlambat dan menderita sindrom ovarium polikistik.
Beberapa gejala yang wajib diwaspadai antara lain :
- Sebagian besar tanda dan gejala disertai dengan perdarahan vagina yang abnormal
- Nyeri di daerah panggul.
Baca Juga : Pagi Hari Konsumsi Kunyit dan Lada Hitam Untuk Cegah 5 Penyakit Berbahaya
- Mengalami perdarahan atau keputihan dari vagina yang tidak berhubungan dengan menstruasi.
- Pendarahan vagina, meskipun terjadi menopause
- Nyeri atau kesulitan saat buang air kecil
- Nyeri seks
Bila mengalami berbagai tanda tersebut sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter, Moms.
Source | : | Boldsky |
Penulis | : | Anisyah Kusumawati |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR