Nakita.id.- Cairan yang merembes dari vagina di masa kehamilan, terutama bila terjadi di trimester III, bisa jadi merupakan cairan ketuban. Ini berbahaya bagi janin bila tidak ditangani segera.
Umumnya, ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II saat pembukaan lengkap pada proses persalinan. Namun bila air ketuban yang berwarna putih agak keruh itu tiba-tiba menyembur keluar dari liang vagina terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, atau sebelum pembukaan mulut rahim 4 cm, atau sebelum adanya tanda-tanda persalinan, kondisi tersebut disebut Premature Rupture of Membranes (PROM) alias ketuban pecah dini (KPD).
Baca juga: Yang Harus Dilakukan Jika Ketuban Pecah Sebelum Ke Rumah Sakit
KPD sering kali terjadi secara tak terduga dan tak disertai dengan tanda-tanda awal, sehingga banyak mamil kaget saat mengalaminya. Meski tak ada data pasti, namun menurut dr. Achmad Mediana, SpOG yang berpraktik di klinik pribadi di Kemang Timur Raya No. 23, sekitar 10% kehamilan mengalami KPD. “Dari pasien saya saja, setidaknya ada sekitar 12% ibu hamil yang mengalami ketuban pecah dini,” ungkapnya.
Kantung ketuban berdinding tipis, terang Achmad, berisi cairan dan janin. Air ketuban akan melindungi janin dan tali plasenta (yang berfungsi memberi makanan atau nutrisi ke janin) dari kekeringan. \
Suhu yang tetap dan hangat di dalam air ketuban memberikan tempat yang nyaman bagi janin untuk bertumbuh. Air ketuban juga akan melindungi janin dari benturan yang mungkin terjadi.
Adapun penyebab KPD, sebagian besar berkaitan dengan infeksi, seperti: infeksi kuman atau bakteri. “Infeksi ini ada hubungannya dengan dunia luar dan dalam, antara vagina dengan rahim.
Ketika daerah vagina tidak bersih, misalnya, karena keputihan atau sering menahan pipis, kuman naik ke rahim dan terjadilah infeksi yang mengakibatkan selaput ketuban menjadi tipis dan mudah pecah,” papar Achmad.
Baca juga: 5 Hal Ini Membuat Jumlah Air Ketuban Sedikit
Selain itu, faktor risiko terjadinya KPD adalah kelelahan, stres, hubungan seksual yang tidak terjaga kebersihannya, kehamilan kembar, trauma (misal, pernah jatuh), perdarahan selama trimester 2 dan 3 yang melewati jalan lahir, serta kelainan mulut rahim.
LEBIH CEPAT LEBIH BAIK
Bukan bermaksud menakuti, bagaimanapun Ibu perlu tahu akibat dari KPD, yaitu keguguran, janin terlilit tali pusat, dan kelahiran prematur. Apalagi, tak seperti keguguran, biasanya ketika terjadi KPD, Ibu tidak merasakan sakit, semisal mulas atau pegal-pegal. Tiba-tiba saja Ibu merasakan ada cairan yang merembes keluar dari vagina. \
Itulah mengapa, ketika Ibu mengalami KPD, tak ada yang bisa dilakukan, kecuali segera ke rumah sakit atau menemui dokter obgin Ibu. Semakin cepat kondisi Ibu ditangani, semakin kecil risiko terjadinya komplikasi, seperti: infeksi kuman dari luar, persalinan prematur atau kurang bulan, gangguan peredaran darah atau tali pusat yang bisa berakibat fatal pada janin.
Selain itu, bila air ketuban terus-menerus keluar tentu volumenya akan berkurang dari jumlah yang dibutuhkan atau bahkan habis. Jumlah air ketuban yang sedikit atau habis sangat berbahaya bagi janin.
“Jika ketuban sedikit, akan terjadi penekanan pada bayi. Akibatnya, organ bayi akan mengalami masalah, bisa tangan bayi menjadi bengkok, atau kakinya yang bengkok,” terang Achmad.
HARUSKAH DILAHIRKAN?
Penanganan KPD sangat bergantung pada kondisi Ibu dan kehamilannya, termasuk janin dan cairan ketuban. “Bila ketuban pecah dini terjadi di usia kehamilan yang cukup bulan, maka dokter akan menunggu 8 jam untuk memantau kondisinya. Bila tidak ada kemajuan dan air ketuban tetap keluar, dokter akan mengambil tindakan induksi,” kata Achmad.
Begitu pun bila terjadi infeksi dan cairan ketuban habis sama sekali, dokter akan segera mengeluarkan bayi lewat jalan operasi. Masalahnya, jika janin masih terlalu kecil, kelahiran sudah pasti akan berisiko tinggi, antara lain karena paru-parunya belum matang sehingga dia belum mampu untuk bernapas secara normal di luar rahim.
Pada kasus ini, Ibu sebaiknya mencari rumah sakit dengan perawatan bayi kecil (NICU) yang baik karena butuh tiga hari bagi bayi untuk pematangan paru-parunya.
Tentu penanganan KPD tidak selalu harus dengan jalan mengeluarkan bayi. Bila usia kehamilan Ibu kurang bulan, misalnya, baru enam bulan, jumlah cairan ketuban masih cukup banyak, dan tidak terindikasi infeksi, dokter akan melakukan tindakan konservatif, yaitu menahan agar janin tetap berada di dalam rahim. Ibu tak perlu khawatir karena tindakan ini tidak akan berdampak buruk pada janin.
Baca juga: Ketuban Pecah Di Usia 22 Minggu Kehamilan Bayi Lahir Selamat Berkat Ibu Banyak Minum Air
Selama proses penantian kelahiran ini, dokter akan memberikan obat-obatan dan antibiotik untuk mencegah infeksi. Selama perawatan ini, Ibu juga harus beristirahat total, tidak boleh melakukan aktivitas berat dan bebaskan pikiran dari hal-hal yang bikin Ibu stres.
Dokter juga akan menyarankan Ibu untuk menjaga pola makan sehat. Konsumsilah banyak buah dan minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Bila saran ini Ibu jalani, maka selaput ketuban yang terbuka atau robek akan menutup kembali dan air ketuban dapat berproduksi lagi.
Bila dalam penantian usia kehamilan hingga cukup bulan ini, air ketuban tetap mengalir keluar, tidak ada jalan lain, dokter akan melakukan pengakhiran kehamilan dengan tindakan operasi untuk mengeluarkan janin, sekalipun berisiko prematur. “Tapi, biasanya ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan sehingga harus dilahirkan segera,” kata Achmad. (*)
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR