Nakita.id – Pakar psikologi Daniel Goleman mengungkapkan, keberhasilan seorang anak saat ini dan dewasanya nanti, sangat bergantung pada kecerdasan emosional alias emotional intelligence (EQ) yang dimilikinya. EQ adalah kemampuan dalam memotivasi diri, ketahanan menghadapi kegagalan, kemampuan mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan, serta mengatur keadaan jiwa. Intinya, dengan memiliki EQ yang baik, seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati.
Pakar lainnya, Paul G. Stoltz, Ph.D berpendapat, keberhasilan anak juga dipengaruhi oleh kecerdasan mengatasi masalah alias adversity quotient (AQ). Menurutnya, orang dengan IQ di atas rata-rata, memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik, juga penyesuaian dirinya baik, tapi kurang mampu menghadapi masalah-masalah yang menghadang. Pada akhirnya ia tak berhasil mencapai apa-apa yang menjadi tujuannya. Untuk itulah, Stoltz mengemukakan pentingnya faktor kemampuan anak dalam menghadapi masalah atau kesulitan.
Baca juga: Inilah 8 Jenis Kepintaran Anak
Jika EQ, AQ, juga IQ baik, besarnya nanti, anak kita akan menjadi orang yang mudah beradaptasi, jauh dari frustrasi, apalagi sampai melakukan hal-hal yang tak dapat dibenarkan, seperti menyelesaikan masalah dengan cara menganiaya atau kekerasan.
Penyebab AQ dan EQ yang Rendah
Umumnya karena orangtua banyak memberikan fasilitas atau kemudahan-kemudahan kepada anaknya. Contoh, anak yang memiliki kesulitan dalam belajar matematika. Untuk memudahkan, orangtua memberikan les-les tambahan matematika. Hasilnya, anak sangat bergantung pada les dan tidak terpacu untuk menyenangi pelajaran matematika.
Tak ada kata terlambat untuk menumbuhkan AQ pada anak. Sebagai langkah awal, lakukan pendekatan terhadap anak:
1. Gali permasalahan yang menjadi penyebab anak mengalami kesulitan.
Dibutuhkan kesabaran orangtua dalam menggali penyebab atau permasalahan yang dihadapi. Bila anak kesulitan mengikuti pelajaran matematika, misalnya, bisa jadi penyebabnya adalah guru, teman, atau situasi kelas yang tidak enak. Selanjutnya, komentar atau pendapatnya ini dapat menjadi masukan-masukan bermanfaat yang berkaitan dengan sistem belajar mengajar untuk guru-guru di sekolahnya.
2. Berikan bimbingan.
Tidak ada yang tidak mungkin, segala sesuatunya memungkinkan untuk dilakukan sendiri. Bimbinglah anak dan berikan penjelasan bahwa matematika menyenangkan. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, sambil bermain atau bercerita. Umumnya, anak akan lebih mudah memahami bila disampaikan lewat permainan.
Baca juga: IQ, EQ, Perkembangan Fisik
3 TIPE AQ
Sehubungan dengan kemampuan mengatasi masalah, Paul menyampaikan ada tiga tipe anak dalam hal ini:
1. Tipe quitters (mereka yang berhenti).
Ini adalah anak yang berada di posisi paling bawah bila sedang mendaki gunung. Anak dengan tipe ini umumnya akan berusaha menjauh dari permasalahan. Ciri-cirinya: usahanya sangat minim, begitu melihat kesulitan akan memilih mundur dan tidak berani menghadapi masalah.
2. Tipe campers (mereka yang berkemah).
Adalah anak yang belum mencapai puncak tapi sudah merasa puas. Ia tak mau mengambil risiko yang terlalu besar dan merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya saat ini. Ia pun kerap mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yang bakal didapat. Tipe cepat puas atau selalu merasa cukup berada di posisi tengah.
3. Tipe climbers (mereka yang mendaki).
Adalah anak yang sudah mempunyai tujuan atau target. Untuk mencapai tujuan itu, ia mampu mengusahakan dengan ulet dan gigih. Tak hanya itu, ia juga memiliki keberanian dan disiplin yang tinggi. Ibarat orang bertekad mendaki gunung sampai puncak, ia akan terus mencoba sampai yakin berada di puncak gunung. Tipe inilah yang tergolong memiliki AQ yang baik.
Baca juga: Riset : Konsumsi Makanan Kaya Asam Folat Saat Hamil dapat Meningkatkan IQ Anak
Bagaimana Menumbuhkan Kemampuan AQ juga EQ?
Ada beberapa langkah yang dapat diterapkan:
1. Tidak mudah mengabulkan permintaan anak.
Bila anak minta sesuatu, upayakan agar ada jerih payah yang dilakukan olehnya. Lakukan negosiasi. Misalnya, saat ia minta dibelikan mainan, sampaikan kepadanya bahwa ia harus mengumpulkan uang jajannya. Setelah uangnya terkumpul senilai mainan yang diinginkan, barulah mainan itu dibelikan.
2. Ceritakan pengalaman-pengalaman keberhasilan dari orang terdekat.
Mintalah kepada kakek atau nenek bercerita tentang pengalamannya meraih sukses dalam kehidupan. Pengalaman orang terdekat, umumnya lebih mudah diterima dan mengena di hati.
3. Ingatkan anak untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan.
Anak-anak yang telah memasuki usia kelas 5 dan 6 SD umumnya mempunyai kemampuan kognitif yang telah berkembang. Perkembangan konseptualnya telah baik, sehingga saat diberi penjelasan sudah lebih mampu memahami. Misalnya, ia tak bisa memenuhi ajakan temannya untuk berenang karena tidak memiliki uang untuk membeli tiket. Berikan penjelasan bahwa olahraga dapat dilakukan dalam bentuk yang lain, tidak terbatas hanya pada berenang. Selain itu, ajak anak menabung yang kelak dapat digunakan untuk membeli tiket berenang, misalnya.
4. Ajak anak mengenali diri sendiri.
Tugas orangtualah untuk membimbing anak mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ajak anak mendalami kelebihan yang dimiliki, sehingga kelebihan itu dapat dimanfaatkan untuk menutupi kekurangannya. Contoh, anak menyadari dirinya kurang luwes dalam pergaulan, nha, carilah kelebihan yang lain. Selanjutnya, manfatkan kelebihannya itu sehingga ia dapat dengan mudah diterima oleh lingkungan.
Narasumber: Eva Septiana Barlianto, Psi., dari Universitas Indonesia, Depok.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
KOMENTAR