Nakita.id - Kasus pembunuhan dan mutilasi melibatkan seorang guru honorer bernama Budi Hartanto mulai menemukan titik terang.
Kini, polisi telah berhasil meringkus terduga pelaku pembunuhan guru honorer tersebut.
Pembunuhan Budi Hartanto ternya dilakukan oleh dua orang lelaki, Moms.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Sebelumnya diberitakan, Rabu (3/4/2019) lalu, warga Blitar, Jawa Timur digegerkan dengan penemuan mayat tanpa kepala yang dimasukkan ke dalam koper.
Mengutip dari Surya.co.id, polisi berhasil meringkus dua orang pelaku pembunuhan dan menemukan potongan kepala korban yang hilang pada Jumat (12/4/2019).
Bagian kepala korban juga akhirnya ditemukan setelah polisi meringkus dua pelaku yaitu AP dan AJ.
Kini kedua tersangka sudah digelandang ke Ruang Penyidik Subdit Jatanras Polda Jatim di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Pelaku ditangkap di dua tempat yang berbeda, Moms.
"Kami tangkap di lokasi yang berbeda. Si AP ungkap persembunyiannya si AJ lalu kami tangkap sore harinya di Kediri," jelas Barung seperti yang dikutip dari Surya.co.id.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Frans Barung Mangera mengatakan, motif jalinan asmara menjadi awal pembunuhan sadis ini.
"Sudah kami duga sejak awal pelaku adalah sangat mengenal korban. Keduanya diduga memiliki hubungan spesial dengan korban. Karena itu kami membaca ada hubungan asmara antara pelaku dan korban," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, Jumat (12/4/2019).
Meski begitu Barung tak menjelaskan detail kisah asmara pelaku dan korban.
Barung hanya mengatakan baik pelaku dan korban merupakan teman dekat di sebuah komunitas.
Mengutip TribunSytle, AP (34) salah satu pembunuh Budi Hartanto yang ditangkap pada Kamis (11/4/2019) sempat menjadi TKI sebelum akhirnya pulang dan membuka warung nasi goreng.
Dia menyewa lahan untuk berjualan di wilayah Sambi, Kabupaten Kediri.
"Dia pulang dari merantau di Malaysia baru sekitar dua tahunan ini. Lalu buka usaha sendiri," kata Ketua RT 2 RW 1 Dusun/Desa Mangunan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, Hadi, Jumat (12/4/2019), dikutip dari Surya.co.id.
Hadi menyebut jika AP memang asli warga Mangunan.
Menurut keterangan yang diberikan, AP adalah anak kedua dari tiga bersaudara, orangtua AP sudah bercerai.
Ayahnya tinggal di Ringinrejo, Kabupaten Kediri.
Sedangkan ibunya tinggal di Desa Mangunan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar.
Warga menyebut jika AP adalah pribadi yang biasa saja, tidak menonjol di lingkungan tempat tinggalnya.
"Kalau AP, orangnya biasa-biasa saja di lingkungan, tidak ada yang menonjol. Saya juga kaget ada kabar ini," ujarnya seperti dikutip dari TribunStyle.
Namun warga sekitar mengetahui jika AP memiliki kebiasaan yang cukup aneh.
Beberapa kali warga memergoki AP berdandan layaknya seorang perempuan.
Bahkan, pernah sutau waktu warga hendak menggrebek rumah AP karena melihat seorang perempuan tak dikenal di rumah tersebut.
Namun setelah diselidiki, ternyata perempuan itu adalah AP yang berdandan tak sewajarnya seorang pria.
"Warga sering melihat ada orang berdandan perempuan di rumah itu. Ternyata yang berdandan seperti perempuan ya AP itu," kata salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga lainnya pun ada yang menyebutkan bahwa pelaku merupakan sosok orang yang tertutup.
"Dia orangnya tertutup, jarang bergaul. Saya tidak pernah ngobrol sama dia, kalau sama ibunya sering," kata Nur Kholik, tetangga pelaku, Jumat (12/4/2019).
Baca Juga : Jadi Penyebab Penganiayaan, Inikah Perkataan Audrey yang Bikin Pelaku Sakit Hati?
Meski begitu tetangganya tersebut menyebutkan bahwa AP memang dkenal melambai dan berbeda dari lelaki normal.
"Orangnya memang mbanceni (seperti perempuan), terutama kelihatan dari caranya berjalan," katanya.
Ia pun mengaku kaget bahwa sosok seperti AP bisa membunuh orang.
"Ya kaget, wong mbanceni kok iso mateni (orang berperilaku seperti perempuan bisa membunuh)," ungkapnya.
Masih Banyak yang Keliru, Begini Cara Tepat Melakukan Toilet Training pada Anak
Source | : | Surya.co.id,Tribun Style,GridHot.ID |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR