Bu Mayke yang baik, anak sulung saya laki-laki (2,7). Ia lahir secara sesar, sebelumnya sudah dicoba diinduksi tapi gagal. Sementara, usia kehamilan sudah memasuki 41 minggu. Sekarang ini, anak saya suka menjerit dan bilang “tidak! “ tiap bertemu dengan orang yang tak disukai atau kalau ia sedang marah. Ia juga selalu menjerit kalau tak bisa melakukan sesuatu. Misal, ketika tidak bisa membuka kunci, dia langsung panik dan berteriak kencang. Ia tak mau menyimak kalau saya coba ajarkan cara membuka kunci.
Apakah ia gampang marah dan panik karena proses induksi? Apa yang harus kami lakukan untuk menghentikan kebiasaan anak berteriak? Terima kasih atas jawaban Ibu.
Maela – via e-mail
Jawab:
Dear Maela, seharusnya keadaan emosi anak yang mudah marah dan panik tidak ada hubungannya dengan tindakan induksi ketika ibu melahirkan sebab perilaku seorang anak biasanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu kepribadian, pola pengasuhan dan tahapan usia.
Pertama, kepribadian anak bisa diamati sejak bayi. Apakah saat bayi dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, orang, kebiasaan, makanan baru atau tidak sabar, mudah sekali marah kalau menghadapi situasi yang tidak dia sukai?
Kedua, pola asuh orangtua yang keras, sering menegur, mengkritik, memarahi. Atau sebaliknya, orangtua yang terlampau memanjakan, menyerah pada anak dan mengikuti apa pun yang diinginkan anak ikut berperan. Bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya ketika dia berteriak dan marah, apakah memarahi, menghukum, atau ikut panik dan menyerah pada anak? Perlakuan seperti itu menyebabkan bertahannya kebiasaan menjerit.
Ketiga, tahapan usia. Biasanya pada usia 2–4/5 tahun anak cenderung sulit diatur dan diajak bekerja sama. Jadi, faktor kepribadian, pola asuh, tahapan usia anak, saling memengaruhi satu sama lain sehingga membentuk perilaku negatif anak.
Bagaimana menangani perilaku anak yang suka menjerit? Pertama, berikan reaksi yang wajar ketika dia berteriak saat bertemu dengan orang yang tidak dia sukai, ajaklah anak menjauh dan melakukan kegiatan lain dan cari tahu mengapa dia tidak suka pada orang tersebut. Apakah karena sering diganggu? Kalau “ya”, beri tahu orang itu untuk tidak mengganggu si kecil lagi sebab kalau dibiarkan terus, akan memberikan kesan pada si kecil bahwa berhubungan dengan orang dewasa tidak menyenangkan.
Kalau anak berteriak karena marah, sebaiknya tidak usah digubris, cukup dengan mengatakan bahwa Ibu akan membantu atau mendekatinya kalau dia berhenti berteriak. Apabila dia marah karena tidak bisa melakukan sesuatu dan tidak juga mau menyimak ketika Ibu memberi tahu bagaimana caranya, lebih baik diamkan dia berteriak sampai berhenti sendiri. Setelah dia selesai berteriak, barulah Ibu memberi tahu dia bahwa Ibu kecewa atau marah karena dia berteriak-teriak.
Di saat lain, ketika hatinya sedang senang, Ibu bisa mengajarkan dia bagaimana membuka dan mengunci pintu, atau melatih keterampilan-keterampilan lain sehingga usaha Ibu tidak sia-sia dan anak mau menyimak dengan baik. Saya berharap Maela bisa menerima saran-saran yang diberikan dan usahanya bisa membuahkan hasil. Salam dari saya.
Apa Itu Silent Treatment? Kebiasaan Revand Narya yang Membuatnya Digugat Cerai Istri
KOMENTAR