Nakita.id – Siapa sangka ternyata Soeharto dan BJ Habibie sudah tahu satu sama lain sebelum bergelut di pemerintahan.
Pertemuan keduanya pun ada di kondisi yang sangat menegangkan di mana adanya pemberontakan Andi Aziz.
Habibie kecil yang saat itu ayahnya menjabat sebagai kepala Jawatan Pertanian Sulawesi Selatan harus pindah ke Makassar.
Kota tersebut menjadi saksi bisu pertemuan Soeharto dengan BJ Habibie.
Pada saat itu Soeharto bertugas sebagai Komandan Brigade III Garuda Mataram untuk mengurus pemberontakan Andi Aziz di Makassar.
Markas mereka ternyata tepat berada di depan rumah Habibie di Jalan Klaperlaan.
Karena itu Soeharto pun sering berkunjung ke rumah Habibie.
Saat BJ Habibie harus kehilangan ayahnya pada usia 13 tahun pun Soeharto hadir untuk menegarkan hati BG Habibie yang hanya bisa menangis.
Setelah itu mereka tidak bertemu lagi karena Soeharto harus kembali ke Jawa setelah Andi Aziz tertangkap.
Sampai akhirnya mereka bertemu lagi tahun 1960-an saat BJ Habibie sedang menempuh kuliah di Jerman.
Soeharto dan Ibu Tien berkunjung ke tempat BJ Habibie di Jerman membawa oleh-oleh dari ibu BJ Habibie.
Baca Juga: 5 Kebiasaan Pagi yang Sering Dilakukan Banyak Orang Ini Ternyata Justru Bikin Gemuk Lho!
Keakraban itu pun berlanjut hingga mereka menjadi pasangan Presiden-Wakil Presiden pada tahun 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
Akan tetapi di akhir masa kepemimpinan Soeharto, beliau sangat enggan menemui BJ Habibie.
"Sangat saya sayangkan bahwa Pak Harto ketika itu tidak berkenan berbicara dengan saya," ujar BJ Habibie yang dilansir hot.grid.id melalui buku Detik-detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, terbitan THC Mandiri.
Baca Juga: Usia Hampir Menginjak 50 Tahun, Ini Loh Rahasia Awet Muda Gunawan Sudrajat
Sampai akhirnya 20 Mei 1998 tiba di mana Soeharto hanya menugaskan Menteri Sekretaris Negara untuk menyampaikan putusan bahwa ia akan mundur sebagai presiden.
Sesuai UUD 1945, maka kekuasaan dan tanggung jawab Soeharto akan diemban oleh Wakil Presiden RI, BJ Habibie di Istana Negara.
"Saya sangat terkejut dan meminta agar segera dapat berbicara dengan Pak Harto. Permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan. Ajudan Presiden Soeharto menyatakan akan diusahakan pertemuan empat mata dengan Pak Harto di Cendana besok pagi sebelum ke Istana Merdeka," ujar Habibie.
BJ Habibie yang tidak mendapatkan penjelasan apa pun sontak bingung dengan apa yang terjadi.
Baca Juga: Setelah 7 Tahun Hidup Bersama, Ashanty Bongkar Sifat Asli Aurel Hermasyah Kepadanya
Akan tetapi keesokan harinya BJ Habibie yang ingin berkunjung ke kediaman Cendana dikabari bahwa Soeharto belum mau menemui dirinya.
Akhirnya ia pun bergegas ke Istana Merdeka sesuai perintah yang didapatkan. Setibanya di sama ia diacuhkan oleh Soeharto.
Melansir dari Wartakota, BJ Habibie sempat meminta untuk bertemu Soeharto pada 9 Juni 1998.
Baca Juga: Punya Pabrik Ayam Sendiri, Ruben Onsu Justru Ngaku Hanya Jadi Tukang Ayam Saat Ditanya Betrand Peto
Di mana hari ulang tahun Pak Harto jatuh pada hari itu, akan tetapi Soeharto masih enggan menerima BJ Habibie.
Ternyata Pak Harto merasa diadu domba, karena itu ia mengatakan bertemu dengan BJ Habibie akan merugikan.
Akhirnya BJ Habibie mengungkapkan pesan terakhir Soeharto kepada dirinya.
“Begini, kamu selesaikan masalah-masalah yang kamu hadapi,” ujar BJ Habibie.
Meski pun ia berkeluh kesah kepada Pak Hartom BJ Habibie sudah tahu kalau keluhannya tidak akan mengubah sosok Soeharto yang tegas.
“Kemudian dia bilang, Habibie, saya tahu kamu anak yang soleh.”
“Kamu solat 5 kali sehari, saya juga.”
“Tapi kamu harus tahu, tiap kali saya solat Habibie, saya doa untuk kamu supaya kamu selamat dan sukses.”
“Laksanakan tugasmu,” kata-kata terakhir Soeharto kepada BJ Habibie. Setelah itu mereka tidak pernah bertemu lagi.
Sampai keduanya tutup usia, tidak ada pertemuan di antara Soeharto dan BJ Habibie.
Dua Resep Spesial ala Anchor yang Wajib Dicoba, Meracik Keajaiban Momen Liburan Bersama Keluarga
Source | : | bobo,Wartakota,hot.grid.id |
Penulis | : | Rachel Anastasia Agustina |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR