Nakita.id - Perilaku sulit makan pada batita dan balita memang merupakan salah satu problem yang sering dihadapi orangtua.
Tak jarang, ayah dan ibu sampai frustrasi setelah usahanya merayu –bahkan sampai memaksa- anak untuk makan ditanggapi dengan penolakan.
Tentu saja, problem ini bukan persoalan sepele walaupun sebetulnya sulit makan pada anak itu biasa.
Memang jika sampai berlangsung lama, sedikitnya makanan yang dikonsumsi anak dapat membuatnya menderita kurang gizi.
Baca juga : Si Kecil Sulit Makan?Jangan-jangan Ia Sedang Tumbuh Gigi
Indikator status gizi kurang ini, umumnya akan tercermin melalui berat badan (BB) anak yang di bawah standar.
Jika kurang gizinya berlangsung lama, tinggi badan (TB) pun ikut terpengaruh.
Namun demikian, orang tua tak perlu menghadapinya dengan kepanikan.
Justru sebaliknya, kesabaranlah yang perlu dikedepankan.
Dengan kata lain, kunci penyelesaian problem ini terdapat pada pemahaman bahwa makan tidak hanya menyangkut proses biologis tapi juga berkaitan dengan proses psikologis.
RAGAM PENYEBAB
Umumnya, sulit makan dimulai di usia batita awal.
Ini berkaitan dengan perkembangannya. Bukankah pola makan batita sedang dalam masa peralihan, dari yang cair atau lembek menjadi ke makanan padat?
Artinya, dia harus mengunyah dan bukan lagi tinggal menelan seperti dulu.
Akibatnya, si kecil jadi malas makan.
Selain itu, pada periode usia 1-3 tahun, anak memang tengah mengalami penurunan nafsu makan.
Baca juga : 3 Anak Artis Ini Tumbuh Jadi Anak Aktif dan Cerdas, Ini Makanan yang Sehari-hari Mereka Konsumsi!
Itulah mengapa, di awal usia batita, si kecil hanya makan sedikit.
Terlebih, setelah berusia 1 tahun, pertumbuhan badan anak memang tak sepesat sebelumnya, sehingga makanan yang dikonsumsinya pun berkurang.
Belum lagi daya tampung lambungnya memang relatif masih kecil.
Bila dipaksa makan, kemungkinan ia akan muntah.
Periode usia 1-3 tahun juga disebut sebagai usia food jag, yaitu anak cuma mau makan makanan yang ia sukai.
Jika sejak awal dikenalkan pada sosis goreng, misal, si kecil langsung suka, maka esoknya dan esoknya lagi ia akan minta makan pakai sosis goreng lagi.
Lama-lama, akhirnya si kecil mau makan hanya kalau “ditemani” sosis goreng.
Jadi, Bu-Pak, sebetulnya wajar saja bila anak usia batita sulit makan.
Lagi pula, reaksi terhadap rasa lapar antara satu anak dengan anak lain itu berbeda.
Sebagian anak, sejak bayi punya nafsu makan kurang baik yang memang disebabkan faktor bawaan.
Ada beberapa bukti bahwa faktor genetik berpengaruh terhadap gangguan makan.
Jadi, bila orang tua atau anggota keluarga lain punya riwayat sulit makan, kemungkinan besar hal itu menurun pada anak.
Pun, jika anak menolak makan, orang tua pertama-tama harus yakin bahwa ia tidak sedang sakit.
Sama seperti orang dewasa, anak-anak yang sedang tak sehat, umumnya akan menolak makanan.
Terutama, jika kondisi itu disebabkan penyakit yang langsung berkaitan dengan proses mengunyah dan menelan seperti seperti sariawan, sakit gigi, dan radang tenggorokan.
Yang jelas, Bu-Pak, jika masalah sulit makan di usia batita ini tak terselesaikan, jangan heran bila di usia selanjutnya (3-5 tahun), si kecil masih saja sulit makan.
Narasumber:
dr Aryono Hendarto, (SpA) (K)
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR