Nakita.ID – Anak cerdas bukan muncul sejak lahir, tapi dibentuk oleh lingkungan yang kondusif. Siapakah sosok di lingkungannya yang mempunyai peran paling besar? Tak lain adalah ibu yang hebat. Selain mencurahkan kasih sayang, ibu pasti memberikan stimulasi optimal yang dibutuhkan anak.
Yang dimaksud anak cerdas tentunya bukan semata-mata cerdas dalam mata pelajaran sekolah saja, tetapi juga memiliki potensi kecerdasan dalam hal lain yaitu cerdas secara emosi. Sayangnya, saat ini banyak orangtua yang sudah mengabaikan pentingnya stimulasi emosi anak. Padahal berbagai riset mengungkapkan, emosi yang sehat dan baik akan mendukung kelancaran belajar anak. Anak yang memiliki emosi sehat akan mudah beradaptasi dengan hal-hal baru, baik lingkungan baru, benda baru, teman baru, pengasuh baru, dan masih banyak hal lainnya.
Dengan mudahnya anak beradaptasi, ia akan cepat belajar dan memahami instruksi yang disampaikan. Ia akan cepat tanggap dan tanggapnya tepat. Saat diminta mengambilkan mainan tertentu dan dimasukkan ke dalam wadah tertentu, ia dapat melakukannya dengan baik tanpa harus menunggu instruksi ulang.
Kecerdasan emosi juga membuat anak dapat mengendalikan dirinya dengan baik, konsentrasinya tidak mudah terganggu, bisa duduk dengan tenang, tidak mengganggu teman di sebelahnya, dan dapat menyerap informasi dari orangtua dan guru dengan baik. Ia pun lebih cepat menguasai berbagai keterampilan.
Tinggal saat ini orangtua berlomba-lomba bagaimana mengasuh kemampuan emosi ini agar berkembangan dengan optimal. Salah satunya adalah mengajarkannya secara langsung di rumah. Orangtua dapat mencontohkan bagaimana mengelola emosi dengan baik. Artinya, bagaimana ibu bersikap dan mengekspresikan emosinya ini akan menjadi contoh yang ditiru anak. Bila ibu marah dengan cara memukul, anak pun belajar mengeskpresikan emosi marah dengan cara yang dilihatnya. Saat anak marah, bersikaplah tenang, tak perlu panik atau marah-marah. Beritahukan dengan cara baik- baik kepada anak tentang apa yang ibu harapkan. Contoh, bila si kecil yang berusia 3 tahun tidak membereskan mainannya sehabis main, mintalah secara baik-baik kepadanya untuk merapikan mainannya.
Ketika anak sudah diberi tahu dan mengulanginya lagi, berilah peringatan. Katakan padanya bahwa ibu memang marah. Hal ini perlu agar anak belajar mengenai aturan. Ibu pun perlu mengekspresikan marahnya agar anak tahu bahwa perilakunya tidak menyenangkan.
Sering-seringlah menanyakan tentang perasaannya, semisal saat pulang sekolah. Kala ia sedang kesal atau marah, ajak ia berkaca dan katakan, “Lihat wajahmu kalau lagi kesal...nah, seperti ini!” Begitu juga saat ia terlihat bahagia. Cara lain, orang tua menggambarkan wajah anak yang sedang kesal atau sedang senang. Dengan demikian, anak tahu bahwa saat perasaannya berubah maka wajahnya juga berubah.
Pererat juga kelekatan orangtua dan anak. Ikatan yang kuat antara orangtua dan anak akan membantu anak menjaga suasana hati dan perasannya dengan lebih positif. Setiap hari, jangan lupa untuk berkomunikasi dengan anak. Saat berada di kantor, cobalah telepon anak dan tanyakan bagaimana pengalamannya di sekolah maupun rumah hari ini.
Untuk mengapresiasi hebatnya peran Ibu untuk mendidik anak hebat, Bebelac mengajak para Ibu untuk share cerita, selama ini apa arti ibu hebat dan anak hebat versi Ibu? Yuk, tuliskan pandangan Ibu tentang arti ibu hebat dan anak hebat di akun Instagram atau Facebook @bebeclub. Ada hadiah langsung dari Bebelac X Minitoday yang menanti, yuk share cerita Ibu di kolom komentar akun @bebeclub sekarang!
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR