Nakita.id - Seringkali Moms sembarangan memberi label Si Kecil dengan sebutan 'gendut', padahal hal tersebut bisa berisiko untuk masa mendatang.
Memang memberi label Si Kecil seringkali terjadi tanpa Moms sadari baik itu label yang baik maupun buruk.
Namun, baik atau buruknya label yang disematkan pada anak ternyata memiliki dampak yang sama-sama buruk Moms.
Terlebih jika label yang Moms berikan pada Si Kecil sudah menyangkut fisik pada tubuh anak.
Melihat anak yang gemuk, gendut, bongsor atau apapun istilahnya untuk menunjukkan berat yang berlebihan masih mengundang decak kagum sebagian besar Moms.
Pipi yang tembem, perut yang buncit membuat kebanyakan Moms tergoda untuk mengelitik dan mencubitnya.
Dan, secara kasat mata, sekarang anak-anak dan remaja yang kelebihan berat mudah Moms temui.
Bisa dihitung dari setiap 10 anak, Moms akan melihat 1-2 orang di antaranya kelihatan gemuk.
Menurut beberapa penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi kebaikan prevalensi anak-remaja gemuk tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara berkembang.
Di Amerika Serikat, Canada misalnya, lebih dari 30 % anak dan remaja di bawah umur 19 tahun adalah overweight atau obese.
Dengan kata lain 1 dari 3 anak dan remaja antara usia 2-19 tahun gemuk dan, semakin lama kecenderungan ini semakin meningkat.
Lalu, anak yang gemuk, walau masih banyak orang tua yang merasa senang, dan juga mungkin bangga mempunyai anak yang demikian, dan sangat susah melihat anak yang agak kurus, ternyata, menurut penelitian tumpukan lemak di perut mereka yang buncit itu bukannya tanpa masalah.
Banyak akibat buruk yang disebabkan oleh lemak di perut yang buncit itu, yang mempengaruhi kesehatan mereka baik fisik, mental, dan sosial.
Bahkan, akibat buruk itu tidak hanya dirasakan pada saat sekarang, tetapi juga setelah mereka dewasa.
Beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, penyakit sendi, bahkan keganasan tertentu, yang pada umumnya dulu dianggap hanya menyerang orang dewasa, sekarang pada anak-anak, dewasa muda kasusnya banyak ditemukan.
Kasus diabetes mellitus tipe 2 misalnya, yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit orang dewasa di atas usia 45 tahun, sekarang pada usia remaja, bahkan kelompok anak-anak pun sudah banyak yang menjadi penyandangnya.
Menurut CDC, anak-anak yang gemuk, atau obes mempunyai risiko tinggi untuk mengalami beberapa penyakit kronis dan akan mempengaruhi kesehatan fisiknya, seperti astma, sleep apnea (ngorok), mendengkur, problem sendi, diabetes tipe 2 dan menjadi faktor risiko penting penyakit jantung.
Tidak hanya itu, anak yang gemuk, bongsor, gendut juga lebih sering mengalami diskriminasi sosial, dibulli, olok-olok, jadi objek pelecehan dari teman-temannya, dan juga ternyata akan mengalami risiko depresi lebih tinggi, merasa terasing dan percaya diri yang rendah.
Dalam jangka panjang, anak-anak yang gemuk ini setelah dewasa sebagian besar juga akan gemuk.
Mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan, 70 % anak-anak yang gemuk ini juga akan tetap gemuk setelah mereka dewasa.
Yang tentu saja ini akan menjadi faktor risiko penting beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, sindroma metabolik dan beberapa penyakit kanker tertentu.
Lalu, bagaimana hubungan anak yang gemuk dengan kemungkinan penyakit yang akan dialaminya?
Menurut penelitian, kegemukan pada anak-anak akan meningkatkan risiko mereka menderita diabetes mellitus tipe 2 dan risiko penyakit jantung pembuluh darah yang jauh jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak sebaya dengan berat badan normal.
Kemungkinan mereka untuk mengalami penyakit itu juga tidak harus menunggu mereka dewasa, ancaman itu sudah terjadi pada saat itu juga.
Maka, tidak heran kasus diabetes melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja sekarang sudah banyak ditemukan.
Kalau kita punya anak-cucu yang gemuk, perut buncit, jangan lagi senang, gemes, apalagi bangga. Ancaman beberapa penyakit yang serius akan mengintainya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Safira Dita |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR