Nakita.id – Moms perlu tahu bahwa spons makeup yang kotor mengandung bakteri berbahaya.
Bukti baru menunjukkan bahwa banyak produk rias yang telah melewati tanggal kadaluwarsa, serta alat kecantikan.
Khususnya spons rias yang tidak dibersihkan secara berkala, mengandung bakteri yang berpotensi berbahaya, seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Spons makeup yang kotor mengandung jumlah bakteri tertinggi di antara produk kecantikan, menurut penelitian baru.
Baca Juga: Untuk Tampil Cantik, Inneke Koesherawati Tak Bisa Lepas dengan Alat Makeup ini
Jutaan orang di seluruh dunia menggunakan riasan untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka dan mengekspresikan kepribadian mereka.
Menurut data terbaru, per Mei 2017, 31 persen orang berusia 18-29 tahun, 41 persen orang berusia 30-59 tahun, dan 35 persen orang berusia 60 tahun ke atas yang memakai makeup setiap hari di Amerika Serikat .
Namun, merias wajah di kamar mandi, toilet umum, dan dalam perjalanan mobil, kereta api, dan pesawat memberi produk makeup dan alat kecantikan terkait banyak peluang untuk menumpuknya bakteri berbahaya.
Baca Juga: Ingin Wajah Cerah tanpa Obat Kimia? Cukup #5MenitAja untuk Membuat Masker Pencerah Wajah Ini
Semua produk makeup memiliki "masa simpan" yang mengacu pada periode di mana mereka biasanya aman digunakan.
Durasi periode ini bervariasi dari satu produk ke produk lainnya, dan penggunaan makeup yang tidak tepat - seperti menggosok eyeshadow dengan jari yang tidak bersih - dapat memengaruhinya juga.
Banyak perusahaan menggunakan simbol (toples makeup terbuka) dan angka pada kemasan untuk menunjukkan berapa lama produk ini aman digunakan setelah seseorang membukanya.
Baca Juga: Bukan Hanya Diminum, Kopi Juga Ampuh Untuk Menghilangkan Bau Kaki
Uni Eropa memberlakukan aturan bahwa semua produk rias yang dijual di Negara Uni Eropa harus menampilkan informasi masa simpan dan layak pakai, yang disebut "periode waktu setelah pembukaan," pada kemasan.
Namun, hal yang sama tidak berlaku di Negara Amerika Serikat.
Menurut Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA), "di sini tidak ada undang-undang atau peraturan yang membutuhkan kosmetik (termasuk makeup) untuk memiliki masa simpan tertentu atau memiliki tanggal kedaluwarsa pada label mereka."
Akibatnya, di Amerika Serikat, ada kemungkinan produsen dapat menjual produknya, padahal tidak memberikan informasi kepada konsumen tentang lamanya waktu untuk produk makeup tetap aman.
Selain itu, banyak pengguna makeup juga memiliki alat khusus, seperti kuas dan spons, untuk mengaplikasikan produk mereka.
Alat-alat ini juga dapat dengan mudah mengambil bakteri berbahaya, tetapi banyak pengguna masih lalai untuk membersihkannya sesering yang seharusnya.
Sekarang, sebuah studi baru dari Fakultas Ilmu Kehidupan dan Kesehatan di Universitas Aston di Birmingham, Inggris, menambah bukti yang ada bahwa produk rias dan aplikator kosmetik mengandung bakteri berbahaya.
Dalam studi mereka, temuan yang muncul dalam Journal of Applied Microbiology oleh Amreen Bashir, Ph.D., dan Prof. Peter Lambert menganalisis sampel dari 467 produk kecantikan yang telah disumbangkan oleh pengguna di Inggris.
Produk-produk ini berupa : 96 lipstick, 92 eyeliner, 93 mascara, 107 lipgloss, dan 79 blender kecantikan (spons makeup yang digunakan orang untuk menggunakan alas bedak atau concealer).
Baca Juga: Ahli Tarot Ungkap Robby Purba Disebut Banyak Ditaksir Oleh Makhluk Halus
Tes para peneliti mengungkapkan bahwa sekitar 70-90% dari semua produk ini terkontaminasi oleh bakteri dan blender kecantikan memiliki hasil terburuk.
Secara dominan, para peneliti menemukan S. aureus, E. coli, dan Citrobacter freundii yang merupakan bakteri yang terkait dengan infeksi kulit, keracunan makanan, dan infeksi saluran kemih (ISK), masing-masing.
"Sebagian besar kontaminan ditemukan staphylococci / micrococci. Enterobacteriaceae juga terdeteksi pada semua jenis produk, dengan prevalensi tinggi pada pencampur kecantikan (26,58%)," tulis para peneliti dalam makalah studi yang dilakukan.
Blender kecantikan juga memiliki tingkat kontaminasi jamur tertinggi, yaitu 56,96 persen.
Para peneliti percaya bahwa ini karena orang pertama-tama harus membasahi spons ini untuk dapat merias wajah dengan blender kecantikan.
Permukaan lembab, penulis penelitian menjelaskan, menyediakan lahan subur bagi jamur.
Beberapa muatan kontaminan bakteri tertinggi terutama Enterobacteriaceae juga terdapat dalam lip gloss, sedangkan lipstick menunjukkan tingkat kontaminasi terendah.
Menurut informasi yang dilaporkan sendiri dari orang-orang yang telah mengirim produk-produk ini ke Bashir dan Prof. Lambert untuk penelitian mereka, hanya 6,4 persen produk kecantikan yang pernah menerima pembersihan.
Juga, menurut data yang dilaporkan sendiri, orang biasanya menerapkan sebanyak 27,3 persen dari produk kecantikan, terutama eyeliner di kamar mandi, yang dapat menyebabkan kontaminasi dengan kotoran.
Yang mengkhawatirkan, ternyata orang menjatuhkan 28,7 persen dari produk di lantai, yang bisa dipenuhi bakteri.
Dari sampel blender kecantikan, orang telah menyimpan 35,6 persen di antaranya di kamar mandi dan menjatuhkan sebanyak 64,4 persen di lantai.
Para peneliti memperingatkan bahwa temuan ini dapat menimbulkan masalah, terutama untuk orang dengan gangguan kekebalan yang lebih rentan terhadap infeksi.
"Praktik kebersihan yang buruk pada konsumen ketika menggunakan makeup, terutama blender kecantikan, sangat mengkhawatirkan ketika Anda mempertimbangkan bahwa kami menemukan bakteri seperti E. coli yang terkait dengan kontaminasi tinja yang berkembang biak pada produk yang kami uji," Kata Amreen Bashir, Ph.D.
"Lebih banyak yang perlu dilakukan untuk membantu mendidik konsumen dan industri rias secara keseluruhan tentang perlunya mencuci blender kecantikan secara teratur dan mengeringkannya secara menyeluruh, serta risiko menggunakan riasan di luar tanggal kedaluwarsanya," tegas Bashir.
Jangan lupa membersihkan alat makeup ya Moms, dan pastikan makeup yang digunakan masih dalam masa pakai yang aman.
Simak 5 Destinasi Sejuk di Indonesia serta Rekomendasi Gaya agar Tetap Nyaman dan Hangat dari Uniqlo
Source | : | medicalnewstoday.com |
Penulis | : | Nur Marufah Saniati |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR