Nakita.id - Tukilah, nenek tua dengan keriput dalam, warga Dusun Clapar 2, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Ia berdiri di balik meja di pinggir jalan di Dusun Clapar 1 sambil sibuk memenuhi sebuah mangkuk bakso dengan racikan cendol dawet, santan, dan air gula kelapa.
Tapi, tunggu dulu. Racikan Tukilah belum selesai. Ia masih menambahkannya dengan racikan lain.
Ia menambahkan rajangan kubis, sejumput tauge, dan taburan seledri di atas dawet berkuah santan campur gula merah.
BACA JUGA: Hamil Enam Bulan, Aura Kecantikan Vicky Shu Makin Terpancar
Sentuhan terakhir, Tukilah menyendok sambal ke dalam mangkuk. "Semene iki telung ewu (sebanyak ini Rp 3.000)," kata Tukilah.
Ia di situ menunggu dagangannya sepanjang Pesta Adat Nawu Sendang Sumber Rejo di Dusun Clapar.
"Dawet sambal namanya," kata Tukilah. Ia sudah menjual penganan ini bertahun-tahun lamanya.
Di mana ada keramaian di sekitar Hargowilis, Tukilah selalu ada untuk jualan serupa. Khususnya di sekitaran Clapar.
Dawet sambal memang mirip saja dengan dawet pada umumnya. Cendol putih dibikin dari tepung pati ganyong.
Cara menyajikannya tak beda dengan dawet pada umumnya, yakni dicampur santan dan gula merah.
Tapi, ketika dicampur tauge mentah dan kubis, seledri apalagi sambal, tentu rasanya akan berubah dan khas.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR