Nakita.id - Akibat pandemi Covid-19 banyak masyarakat yang terkena dampaknya.
Mulai dari kesehatan hingga kondisi perekonomiannya.
Melihat banyak warganya demikian, Presiden sempat umumkan akan berikan bantuan sosial bagi warga kurang mampu.
Bantuan tersebut akan diberikan dalam 2 jenis yaitu sembako dan bantuan langsung tunai.
Baik Sembako maupun bantuan langsung tunai akan diberikan dengan nominal Rp600.000.
Hanya saja untuk sembako dalam bentuk kebutuhan sehari-hari, sementara bantuan langsung tunai dalam bentuk uang.
Untuk bantuan langsung tunai akan diberikan kepada masyarakat yang berdomisili di luar Jabodetabek.
Bantuan tersebut diberikan guna membantu masyarakat menjalankan keseharian akibat terdampak virus corona.
Namun, secara mengejutkan sejumlah kepala desa justru tidak mau menyalurkan program bantuan tunai tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Bupati Garut, Rudy Gunawan kepada Kompas.com.
Pasalnya pembagian bantuan langsung tunai tersebut dianggap akan menuai konflik antar masyarakat.
“BLT yang Rp 600.000 itu, juga akan jadi konflik," ungkap Rudy kepada Kompas.com, Jumat (17/4/2020).
Ia mengakui sejumlah kepala desa sudah menyatakan ketidaksediaannya untuk menyalurkan bantuan tersebut
"Beberapa desa sudah menyatakan tidak mau menyalurkan BLT karena dananya tidak cukup. Kalau dikasih pasti terjadi konflik di daerah,” lanjutnya.
Konflik yang dikhawatirkan terjadi yaitu adanya protes dari warga yang tidak menerima bantuan.
Kalau pun tetap ingin diberikan bantuan langsung tunai, kepala desa menginginkan dibagikan secara rata kepada seluruh warganya.
“Desa maunya jangan Rp 600.000, Rp 200.000 bagi rata saja, tapi itu kan melanggar aturan,” kata Rudy.
Rudy pun menyatakan bahwa pemerintah kabupaten Garut tengah menghitung anggaran untuk penanganan Covid-19.
“Di satu sisi kita harus refocusing untuk Covid-19, di sisi lain harus ada efisiensi hingga mencapai Rp 340 miliar dana dari pusat ditarik,” ujar Rudy.
Di samping itu Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengaku bahwa penolakan penyaluran bantuan langsung tunai tersebut juga dikarenakan banyaknya program bantuan yang belum turun sejauh ini.
“Kita sudah mengimbau agar jangan panik, tapi yang terjadi di lapangan seperti itu,” ujar Helmi.
Di Garut sendiri terdapat 450.000 kepala keluarga yang terkena dampak wabah virus corona yang nantinya akan mendapatkan berbagai program bantuan.
“Kita mengharapkan semua program-program tersebut bisa mengatasi 450.000 KK yang terdampak langsung sesuai ajuan dari desa,” ujar Helmi.
Asisten Daerah I Sekretaris Daerah kabupaten Garut, Nurdin Yana mengaku bahwa 450.000 kepala keluarga tersebut akan menerima bantuan.
“Selama tidak ada penerima ganda, kalau berdasarkan hitung-hitungan statistik, harusnya semua bisa ter-cover,” kata Nurdin.
Bahkan Nurdin menambahkan bahwa beberapa kepala keluarga sudah mendapatkan program bantuan secara rutin melalui program Bantuan Pangan Non-Tunai dan Program Keluarga Harapan.
“185.000 KK sudah menjadi penerima BPNT, kemudian ada program perluasan BPNT yang jumlahnya 125.000 KK, jadi ditambah,” ujar Nurdin.
Di Jawa Barat sendiri akan mendapatkan kuota sekitar 1 juta kepala keluarga untuk bantuan langsung tunai dari Kementerian Sosial.
Nantinya Kabupaten Garut terdapat 50.000 kepala keluarga yang akan mendapatkan bantuan langsung tunai.
“Makanya sekarang kita sedang berupaya agar tidak sampai ada penerima ganda dalam program ini,” ujar Nurdin.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR