Nakita.id - Idul Adha 1441 H akan jatuh pada Jumat, 31 Juli 2020.
Pedagang hewan kurban pun sudah bersiap.
Mereka sudah memamerkan hewan kurban yang di jual di pinggir-pinggir jalan raya atau lapangan kosong.
Tak jarang masyarakat tertarik membeli atau sekedar melihat padahal pandemi Covid-19 masih ada.
Guna mengurangi potensi infeksi Covid-19 dan memicu kluster baru pada perayaan Idul Adha bagi umat muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, para ahli menekankan pembelian dan penjualan hewan kurban dilakukan secara daring.
Peneliti Domba di Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Awistaro Angger Sakti mengatakan ada cara yang tepat untuk meminimalisir potensi atau risiko infeksi Covid-19 akibat mobilitas manusia dalam proses jual-beli hewan kurban ini.
Menurut Angger, menjual dan membeli dan membeli hewan kurban secara daring atau online adalah pilihan terbaik yang bisa dilakukan saat ini.
"Terdapat alternatif untuk meminimalkan kontak secara langsung dengan membeli hewan kurban secara daring," kata Angger dalam diskusi daring bertajuk Ngaji Teknologi Penanganan Produk Kurban di Masa Pandemi, Jumat (12/6/2020).
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dan disertakan dalam proses jual-beli secara daring agar aman.
- Data gigi
- Foto hewan kurban secara fisik
- Bobot badan digital
- Paling baik lagi jika pembeli mengenal penjualnya
Baca Juga: Bukan Dibagi-Bagi, Anies Baswedan Justru Bawa Daging Hewan Kurbannya ke Hotel Berbintang, Ada Apa?
Teknologi pengemasan daging kurban
Selain itu, ditambahkan oleh Peneliti di Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI, Andi Febrisiantosa, jika memungkinkan pembelian daging hewan kurban itu juga termasuk langsung penyembelihan oleh pihak penjual.
Hal ini memerlukan tindakan khusus, sebab, kata dia, sebagian besar daging itu mengandung protein dan bahan-bahan organik yang sifatnya mudah rusak oleh banyak faktor, baik dari mikrobiologi, zat kimia maupun karena dehidrasi dan enzimatik.
Akan tetapi kerusakan daging kurban, kata Andi, masih bisa diantisipasi dan tidak membusuk dan aman sampai dikonsumsi oleh masyarakat.
Andi menyebutkan teknik untuk melakukan antisipasi itu adalah dengan menggunakan teknologi preservasi daging.
Preservasi daging ini biasanya dilakukan sebelum dikemas. "Pengemasan daging kurban terlebih dahulu memanfaatkan teknologi sebelum didistribusikan adalah cara yang aman guna melindungi produk dan konsumen dari paparan penyakit," ujarnya.
Teknologi preservasi daging ini, selain membuat daging tidak mudah membusuk, juga akan memperpanjang waktu simpan dan memperbaiki kualitas produk.
Untuk diketahui, teknologi preservasi daging ini terdiri dari tujuh macam, di antaranya sebagai berikut.
- Cold storage (didinginkan dalam gudang berpendingin)
- Dehydrating (pengeringan)
- Salting and curing (pengasinan dan diawetkan dengan kombinasi bahan-bahan preservatif seperti nitrat, nitrit, gula dan garam)
- Smoking and cooking (pengasapan dan dimasak)
- Canning (pengalengan)
- Irradiation (penyinaran radiasi)
- Standardization, blending, and emulsification (pencampuran dan emulsifer atau zat pengemulsi)
Tidak hanya itu, setelah dilakukan preservasi, daging kurban juga harus dikemas dengan memperhatikan aspek pengemasan.
Kemasan harus melindungi dari perubahan fisik, kimiawi dan biologis, serta efisien agar masyarakat yang akan mengonsumsi daging hewan kurban, di tengah pandemi Covid-19 ini, tetap terlindungi.
Artikel ini telah tayang di GridHITS.id dengan judul "Khawatir Terjadi Kluster Corona Baru karena Beli Hewan Kurban, Para Ahli Sarankan Hal Ini"
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Source | : | GridHITS |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR