Nakita.id - Sosok Hary Tanoesoedibjo tentu saja sudah tidak asing di dunia pertelevisian.
Dirinya merupakan CEO salah satu TV swasta dan merupakan pendiri sebuah partai politik.
Hary Tanoesoedibjo sendiri dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, dengan harta yang tidak akan habis tujuh turunan.
Di tahun 2019 lalu, kekayaan Hary Tanoesoedibjo disinyalir mencapai satu miliar dollar AS atau setara dengan 14.6 triliun rupiah.
Punya harta sebegitu banyak, Hary Tanoeseodibjo membawa kabar buruk tersangkut masalah dengan perusahaan Korea Selatan.
Melansir dari Kompas.com, PT Global Mediacom Tbk digugat pailit ke Pengadilan Niaga oleh perusahaan Korea Selatan, KT Corporation.
Gugatan pailit tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Niaga dengan nomor 33/Pdt.Sus- Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst tertanggal 28 Juli 2020.
PT Global Mediacom sendiri merupakan bagian dari MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo.
Dalam gugatan tersebut, KT Corporation meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pailit seluruhnya dengan segala akibat hukumnya pada Global Mediacom karena dinilai tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Merespons gugatan pailit dari perusahaan Korea tersebut, Direktur dan Chief Legal Counsel Global Mediacom Christophorus Taufik Siswandi mengungkapkan, pihaknya akan melaporkan balik ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
"Tindakan yang dilakukan oleh KT Corporation sudah masuk sebagai tindakan pencemaran nama baik, dan Perseroan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya, termasuk menempuh pelaporan secara pidana kepada pihak kepolisian," jelas Taufik dalam keterangan persnya, Senin (3/8/2020).
Taufik juga menuding KT Corporation hanya mencari sensasi karena memaksakan gugatan pailit di tengah pandemi Covid-19.
"Sehingga, terkesan permohonan diajukan sebagai bagian dari upaya mencari sensasi di tengah kondisi ekonomi dunia yang sedang menghadapi pandemi Covid-19," ujar Taufik.
Selain itu, menurut dia, gugatan pailit tersebut tak didasari oleh fakta-fakta hukum yang valid.
Pihaknya meminta Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan KT Korporation.
"Bahwa seharusnya Pengadilan Niaga menolak permohonan KT Corporation dikarenakan tidak didukung fakta-fakta hukum yang valid," kata Taufik.
Selain itu, perkara yang dipermasalahkan KT Corporation adalah kasus lama lebih dari 10 tahun yang lalu.
Kata Taufik, perkara dengan KT Corporation juga sudah selesai karena perusahaan tersebut sudah kalah di Mahkamah Agung.
"Bahwa kasus ini adalah kasus lama, sudah lebih dari 10 (sepuluh tahun), bahkan KT Corporation sudah pernah juga mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dan ditolak berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 104PK/Pdt.G/2019 tanggal 27 Maret 2019," ujar dia.
Pentingnya Penanganan yang Tepat, RSIA Bunda Jakarta Miliki Perawatan Khusus untuk Bayi Prematur
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR