Kebanyakan yang melakukan upaya itu adalah anak muda yang berpendidikan tinggi, faktor utamanya adalah depresi.
Untuk itu, penting untuk mengetahui ciri depresi karena ternyata depresi bisa menyerang anak-anak.
Jephtha Tausig-Edwards, Ph.D., psikolog klinis dan instruktur klinis di Mt. Sinai Medical Center, New York City menjelaskan; anak bisa merasa depresi karena kehidupan yang penuh tekanan.
Selain itu, depresi dapat timbul jika anak meraih kegagalan akademik di sekolah.
Oleh karena itu, penting Moms untuk membaca gejala depresi pada anak agar anak tidak terpikir untuk mengakhiri hidup.
BACA JUGA: Janik: Melihat Darah Istri Saya, Lemas. Alhamdulillah Anak Selamat
Yang juga penting adalah menjauhkan anak dari berita bunuh diri, melalui media massa ataupun media sosial.
Sebenarnya apa kaitan media dan kecenderungan bunuh diri? Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dalam rentang tahun 2010 hingga 2015, angka kasus bunuh diri cenderung meningkat bersamaan dengan jumlah penggunaan media sosial di kalangan remaja di Amerika Serikat.
Padahal, dua dekade sebelumnya (saat media sosial belum ada), angka bunuh diri pada remaja AS cenderung menurun.
Para peneliti pun kemudian tertarik meneliti kaitan keduanya. Hasil temuan penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam jurnal Clinical Psychological Science.
Temuan peneliti menunjukkan, kasus bunuh diri baru-baru ini sering dikaitkan dengan bullying di dunia maya. Selain itu, posting-an yang menggambarkan "kehidupan sempurna" seorang remaja juga dianggap berdampak pada kesehatan mental para remaja tersebut, kata peneliti.
BACA JUGA: Tragis! Beberapa Hari Lagi Melahirkan, Perempuan Hamil Ini Tewas Tersetrum di Kamar Mandi
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Source | : | BBC Indonesia,the star,parent.com |
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR