Nakita.id - Kematian Jonghyun SHINee beberapa waktu lalu menimbulkan duka mendalam bagi banyak orang.
Miris, kematiannya disebabkan ia bunuh diri dengan membakar asap briket dalam apartemennya. Saat dilarikan ke rumah sakit, Jonghyun menghembuskan napas terakhirnya.
Mirip dengan Jonghyun, seorang pria ditemukan meninggal di dalam mobilnya. Ia ditemukan bersama dengan satu set tungku barbekyu di dalam mobilnya.
BACA JUGA: Begini Efek Asap Briket Batu Bara, Penyebab Jonghyun SHINee Meninggal
Dilansir oleh The Star, pengusaha ini ditemukan tewas karena mengunci diri dalam mobil dengan batubara masih dalam keadaan menyala.
Kejadian tersebut terjadi di pantai Tanjung Aru, Kota Kinabalu, Malaysia, Jumat (5/1/2018) malam.
Korban adalah seorang pengusaha bernama Liew Ka Ket. Pria berusia 42 tahun tersebut ditemukan oleh polisi yang melakukan patroli di sekitar daerah lokasi.
Ia dinyatakan meninggal oleh petugas medis yang tiba di tempat kejadian.
Metode bunuh diri dengan menggunakan briket batubara rupanya bukan hal baru Moms.
Cara ini banyak digunakan di negara Asia Timur, utamanya Korea Selatan.
Menghirup racun dari karbon monoksida selama satu hingga dua jam, dinilai sebagai cara mengakhiri hidup yang tidak menyakitkan.
BACA JUGA: Perempuan Ini Rela Gugurkan Kandungan Demi Selamatkan Nyawa Kakaknya
Kebanyakan yang melakukan upaya itu adalah anak muda yang berpendidikan tinggi, faktor utamanya adalah depresi.
Untuk itu, penting untuk mengetahui ciri depresi karena ternyata depresi bisa menyerang anak-anak.
Jephtha Tausig-Edwards, Ph.D., psikolog klinis dan instruktur klinis di Mt. Sinai Medical Center, New York City menjelaskan; anak bisa merasa depresi karena kehidupan yang penuh tekanan.
Selain itu, depresi dapat timbul jika anak meraih kegagalan akademik di sekolah.
Oleh karena itu, penting Moms untuk membaca gejala depresi pada anak agar anak tidak terpikir untuk mengakhiri hidup.
BACA JUGA: Janik: Melihat Darah Istri Saya, Lemas. Alhamdulillah Anak Selamat
Yang juga penting adalah menjauhkan anak dari berita bunuh diri, melalui media massa ataupun media sosial.
Sebenarnya apa kaitan media dan kecenderungan bunuh diri? Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dalam rentang tahun 2010 hingga 2015, angka kasus bunuh diri cenderung meningkat bersamaan dengan jumlah penggunaan media sosial di kalangan remaja di Amerika Serikat.
Padahal, dua dekade sebelumnya (saat media sosial belum ada), angka bunuh diri pada remaja AS cenderung menurun.
Para peneliti pun kemudian tertarik meneliti kaitan keduanya. Hasil temuan penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam jurnal Clinical Psychological Science.
Temuan peneliti menunjukkan, kasus bunuh diri baru-baru ini sering dikaitkan dengan bullying di dunia maya. Selain itu, posting-an yang menggambarkan "kehidupan sempurna" seorang remaja juga dianggap berdampak pada kesehatan mental para remaja tersebut, kata peneliti.
BACA JUGA: Tragis! Beberapa Hari Lagi Melahirkan, Perempuan Hamil Ini Tewas Tersetrum di Kamar Mandi
Salah satu profesor psikologi di Universitas San Diego, Jean Twenge mengajak para orangtua untuk mewaspadai pengaruh buruk media, baik media massa maupun media sosial.
Mengapa harus diwaspadai, benarkah bunuh diri bisa menular?
Dr Victor Strasburger, spesialis pengobatan remaja dari University of New Mexico mengatakan bahayanya media adalah ketokohan yang ditonjolkan
"Jika seorang idol (orang yang diidolakan) diberitakan, maka para pengikutnya akan mencoba meniru apa yang dilakukan.
Ada unsur kedekatan, anonimitas, dan potensi untuk melakukan yang sama. Orangtua harus benar-benar mengerti tentang hal ini sehingga hal-hal buruk yang dilakukan seorang idol, hendaknya dijauhkan dari anak-anak," tutup ahli pengobatan remaja itu. (*)
Source | : | BBC Indonesia,the star,parent.com |
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR