Nakita.id - Kembali terulang seorang ibu harus kehilangan calon bayinya akibat prosedur covid-19.
Beberapa waktu lalu seorang ibu asal Makassar harus kehilangan bayi di dalam kandungannya akibat tidak mampu melakukan pemeriksaan covid-19.
Kali ini seorang ibu asal Mataram, Gusti Ayu Arianti harus kehilangan bayi dalam kandungannya karena tidak sempat melakukan rapid test.
Arianti telah berupaya dan memohon agar segera ditangani tim medis di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Wira Bhakti Mataram. Namun, petugas rumah sakit memintanya melakukan rapid test Covid-19 terlebih dulu.
Padahal, air ketubannya telah pecah dan banyak mengeluarkan darah.
"Ketuban saya sudah pecah, darah saya sudah banyak yang keluar dari rumah, tapi saya tidak ditangani, kata petugas saya harus rapid test dulu, tapi di RSAD tidak ada fasilitas rapid test, saya diminta ke puskesmas untuk rapid test," kata Arianti kepada Kompas.com di rumahnya, Rabu (19/8/2020) malam.
Arianti dan suaminya, Yudi Prasetya Jaya (24), masih dirundung duka yang mendalam. Mereka tak menyangka harus kehilangan buah hati mereka.
"Saya itu kecewa, kenapa prosedur atau aturan ketika kami akan melahirkan tidak diberitahu bahwa wajib membawa hasil rapid test," kata Arianti.
Menurutnya, tak semua ibu hamil yang hendak melahirkan mengetahui aturan tersebut.
"Ibu-ibu yang akan melahirkan kan tidak akan tahu ini, karena tidak pernah ada pemberitahuan ketika kami memeriksakan kandungan menjelang melahirkan, " kata Arianti.
Menurut Arianti, aturan itu tak akan memberatkan jika diberitahu sejak awal. Dirinya pun akan menyiapkan dokumen hasil rapid test beberapa hari sebelum melahirkan.
Arianti menceritakan awal mula peristiwa yang menyebabkan buah hatinya meninggal itu.
Awalnya, Arianti merasa sakit perut pada Selasa (18/8/2020) pagi. Ia menduga ketubannya pecah karena cairan yang disertai darah banyak keluar.
Arianti bersama suami dan ibunya, Jero Fatmawati, pun segera berangkat menuju RSAD Wira Bhakti Mataram. Mereka memilih rumah sakit itu karena putri pertamanya juga lahir di sana.
Tiba di rumah sakit, perut Arianti semakin sakit. Ia meminta petugas jaga di RSAD segera menanganinya.
"Saya juga lapor kalau ketuban saya pecah dan ada banyak darah, " katanya.
Namun, petugas justru memintanya melakukan rapid test di luar rumah sakit.
"Mereka bilang tidak ada fasilitas rapid test, tapi tidak menyarankan saya rapid test di laboraturium karena akan lama keluar hasilnya," kata Arianti.
Petugas jaga itu, kata Arianti, meminta dirinya melakukan rapid test Covid-19 di puskesmas terdekat.
"Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu, " kata Arianti sedih.
Baca Juga: Dukung Pemenuhan Hak Asasi Bayi Lewat Inisiasi Menyusui Dini
Arianti menyesali sikap petugas yang sama sekali tak bersedia memeriksanya. Petugas, kata dia, bisa mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap jika khawatir dengan Covid-19.
Apalagi, dirinya tak memiliki gejala sakit seperti pasien Covid-19.
Setelah itu, Arianti bersama suami dan ibunya pulang ke rumah mengganti pembalut yang penuh cairan. Mereka lalu menuju Puskesmas Pagesangan untuk melakukan rapid test Covid-19.
Di puskesmas, Arianti sempat masuk ke ruang bersalin puskesmas dan memohon agar kandungannya diperiksa. Ia juga menjelaskan ada cairan dan darah yang telah keluar.
Akan tetapi, petugas puskesmas memintanya sabar dan harus melakukan rapid test dulu. Dalam kondisi yang semakin lemah, Arianti diminta mengikuti antrean.
Suaminya pun protes kepada petugas puskesmas karena istrinya akan melahirkan. Petugas lalu mengizinkannya mendaftar dulu tanpa ikut antrean. Hasil rapid test akan keluar dalam 30 menit.
Karena kesakitan, Arianti kembali berusaha meminta dokter di ruang bersalin puskesmas untuk mengecek kandungannya.
"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu. Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.
Meski sudah memohon, tim medis di puskesmas tak bersedia menangananinya karena hasil rapid test Covid-19 belum keluar. Ia bahkan pasrah jika sampai melahirkan di puskesmas.
Karena tidak tahan, Arianti pulang mengganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test di Puskesmas Pagesangan.
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Gara-gara Harus Rapid Test Covid-19, Ibu Ini Kehilangan Bayinya karena Telat Ditangani"
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR