Nakita.id - Apakah Moms salah satu penggemar makanan dari bakso?
Tak hanya terkenal dan tersebar luas di Indonesia, ternyata bakso juga dikenal hingga ke mancanegara lo.
Makanan olahan daging ini kini terkenal hingga ke Korea Selatan.
Salah seorang yang berjasa mengenalkan bakso ke Korea Selatan adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yg bernama Subandi yang sejak 1999 mengadu nasib di Korea Selatan.
Subandi sukses membuat bakso tersebar di seluruh penjuru Korea Selatan.
BACA JUGA: Kulit Berminyak? Ini 5 Rekomendasi Bedak Tabur yang Cocok Untuk Moms
Lima tahun menjadi buruh di perusahaan mebel membuatnya berpikir untuk meningkatkan taraf hidupnya di negeri orang. Ia mulai mencoba meracik olahan daging sepulang kerjanya pada malam hari.
Bermodal Rp 2,3 juta yang hanya sama dengan 200 Won di 2014, ia membeli satu kilo daging untuk coba diracik menjadi bakso.
Bukan tanpa halangan, dengan modal minim juga pengetahuannya tentang bakso yang minim, membuatnya hampir putus asa.
Sempat ia pulang ke Indonesia untuk mempelajari bakso, tetapi tak ada satu pun pembuat bakso yang mau memberikan ilmunya. Terkadang juga ia pulang karena sakit, harus berbagi waktu istirahat dengan meracik bakso, juga kerja sebagai buruh.
“Akhirnya saya berada di titik jenuh, capai semakin lama malah semakin disuruh-suruh oleh perusahaan. Akhirnya saya memutuskan beranikan diri, pokoknya saya harus jualan bakso, apa pun yang terjadi,” ujar Subandi, saat dihubungi KompasTravel, Jumat (21/7/2017).
Ia mengaku melihat peluang di Korea, harga daging ayam dan sapi termasuk murah. Ia pun memilih bakso sebagai olahan daging yang sering ia temui di Indonesia.
“Selama satu tahun nyari-nyari resep, nyoba sepulang kerja, minta tolong temen cicipin, trial and error sampe akhirnya lumayan enak,” terang pria asal Lampung itu.
Kesulitannya tak sampai di situ, bakso yang sudah jadi sering kali tidak laku, dan harus dimakan sendiri atau dibagi-bagikan pada TKI lainnya. Ia mencoba berjualan di tenda-tenda pinggir jalan.
Orang-orang sangat meragukan baksonya, bahkan WNI pun meragukan kehalalan baksonya. Saat kehabisan akal, ia pun sering meminta orang-orang yang lewat untuk memakan baksonya.
“Akhirnya saya sebarkan video penyembelihannya langsung supaya percaya kalau halal. Laku gak laku biarin aja, gak laku kita kasih ke orang, itu sodakoh kita. Jangan takut gak laku kalau kita jual makanan, malah senang bisa berbagi,” ujarnya.
Ia mengaku sangat berat belajar bakso tanpa guru di negeri orang. Meski begitu, untuk memompa semangatnya, ia suka membaca kisah motivasi orang Indonesia di internet, salah satunya pengusaha Bakso Malang Cak Eko.
Setelah terus belajar, dan menemukan resep terbaiknya, barulah ia memanfaatkan kekuatan media sosial, terutama facebook yang ia pelajari dari teman-teman mahasiswa dan TKI di sana.
Untuk offline-nya ia mulai membuat gerobak pertamanya dari bekas lemari-lemari yang dibuang orang Korea. Dari gerobak itu perlahan ia mulai membangun toko, yang kini ada di Pocheon, 50 km dari Seoul.
BACA JUGA: Sonya Fatmala Ungkap Kekuatan Moms yang Tidak Bisa Dads Lakukan
Gerobak itulah awal capaiannya hingga kini bisa menyebarkan bakso ke hampir semua bagian Korea Selatan.
Puluhan waralaba resto, dan toko Indonesia terdapat baksonya. Selain itu juga ia membuka cabang resto baksonya di empat kota besar di Korea Selatan, yang merupakan basis 38.000 WNI.
Kerajaan baksonya juga menggema di dunia maya, website bejokorea.com menjadi titik balik. Kini websitenya tak hanya menjual bakso, tetapi kebutuhan sehari-hari hingga obat dari Indonesia.
Subandi menjadi importir barang Indonesia yang awalnya begitu mahal di Korea. Setiap hari websitenya bisa menjual puluhan barang dengan total harga mencapai Rp 60 juta.
Meski sudah di atas kesuksesan, ia tetap memudahkan para ekspatriat Indonesia, dengan memperbolehkan mereka membeli kebutuhan pokok di websitenya dan membayarnya setelah mendapatkan gaji bulanan.
Ibu Hamil Tidak Boleh Duduk Terlalu Lama, Ini Risiko dan Solusi untuk Kehamilan Sehat
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR