Nakita.id - Perceraian dapat menyebabkan luka mendalam baik pada pasangan suami-istri atau sang anak.
Tapi apakah lukanya dalam atau lukanya kecil, apakah lukanya sementara, atau lukanya permanen bisa berbeda-beda antara satu anak dengan anak lainnya.
Hal ini tergantung bagaimana orang tua mempersiapkan anak tentang perpisahan, bagaiamana relasi rumah tangga sebelum bercerai, hingga interaksi anak dengan ayah atau ibu sebelum bercerai.
Maka, perceraian dapat menimbulkan masalah kesehatan mental pada anak tetapi tidak pasti.
Itu artinya Moms bisa mencegah sebelum terjadi masalah kesehatan mental dengan memberikan pemahaman perceraian bukan terjadi karena kesalahan anak.
Lantas, apakah perceraian juga dapat menimbulkan masalah perilaku anak?
Oleh karena itu, Nakita.id telah mewawancarai psikolog untuk membahas kebenaran perceraian dapat menimbulkan masalah perilaku anak.
Diwawancarai Nakita.id pada Jumat (16/4/2021), Monica Sulistiawaty, M.Psi, Psikolog yang berpraktik di Personal Growth menjelaskan kebenaran perceraian dapat menimbulkan masalah perilaku anak.
Monica mengatakan benar, perceraian dapat menimbulkan masalah perilaku anak.
"Saya banyak sekali menangani klien anak yang orang tuanya berpisah kemudian timbul self-esteem anak terganggu terlebih dahulu.
Dia merasa low self-esteem, dia menyalahkan diri sendiri, kemudian timbul stres, dari stres ini dia tidak dapat mengungkapkannya kepada kedua orang tua sehingga memilih penyelesaiannya sendiri yang namanya anak-anak belum tentu cara penyelesaiannya benar," jelas Monica.
Monica mengungkapkan ia menemui anak sering melarikan diri ke dalam game dampak dari perceraian.
"Yang sering saya temui adalah anak melarikan diri ke dalam game. Ketika anak melarikan diri ke dalam game, sementara orang tuanya juga butuh waktu untuk memperbaiki hatinya.
Orang tua tanpa disadari jadi punya sedikit waktu untuk anak akhirnya tidak ada yang mengontrol permainan si anak, anak terus menerus bermain game," ucapnya.
Lantas, Monica kemudian mengungkapkan masalah perilaku anak yang muncul setelah low self-esteem terjadi.
"Nah masalah perilaku yang muncul apa? Nilai sekolah menurun, anak mulai mengabaikan tugasnya, motivasi belajar hilang, relasi orang tua dengan anak berubah, yang tadinya anak mungkin terbuka sama orang tuanya jadi menutup diri, jadi tidak mau diajak ngobrol sama orang tuanya," pungkas Monica.
Selain itu masalah perilaku anak lainnya adalah membully teman hingga membolos sekolah.
"Bisa juga misalnya karena dia tidak bisa mengekspresikan atau mengatasi stres di rumah, akhirnya dia mulai berusaha mengatasi stresnya di sekolah tapi caranya keliru. Contohnya, membully teman, membolos sekolah, jadi memang banyak sekali," tutupnya.
Dorong Bapak Lebih Aktif dalam Pengasuhan, Sekolah Cikal Gelar Acara 'Main Sama Bapak' Bersama Keluarga Kita dan WWF Indonesia
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR