Nakita.id - Tepat 10 Mei ini diperingati sebagai Hari Lupus Sedunia.
Perlu diketahui bahwa penyakit lupus ini 90% menyerang wanita di usia produktif seperti 15-45 tahun, sementara 10% menyerang anak-anak dan laki-laki.
Dan enyakit lupus kerap disebut sebagai penyakit 'seribu wajah'.
Hal itu karena banyak tenaga medis yang salah mengartikan gejala dari lupus yang justru dianggap penyakit lain.
Pasalnya penyakit lupus memiliki gejala yang bisa mirip dengan penyakit lainnya.
Baca Juga: Penyakit Autoimun Lupus Perlu Diwaspadai 5 Golongan Berisiko Ini, Siapa Saja?
Misalnya gejala kulit merah-merah di badan, dokter bisa mengartikannya bahwa pasien mengidap dermatitis atau urtikaria.
Kemudian gejala penyakit lupus seperti gangguan mental bisa dianggap adanya gangguan kejiawaan akibat stres dan lainnya.
Tak hanya sulit didiagnosa, Ketua IDAI Cabang DIY dr. Sumadiono, Sp.A menyebutkan bahwa pelayanan dan obat-obatan untuk penyakit lupus juga belum merata.
Bahkan ada pula daerah yang belum tersedia pelayanan dan obat-obatannya.
Lalu bagaimana agar penyakit lupus bisa ditangani dengan tepat sekaligus obat-obatnya memadai?
dr. Sumadiono, Sp.A menyebutkan bahwa setidaknya kalau ada muncul 2 hingga 4 gejala penyakit lupus, segeralah konsultasikan ke dokter.
Nantinya pasien akan diarahkan ke dokter penyakit dalam dan akan ada pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah ini penyakit lupus atau bukan.
Perlu diketahui pada dasarnya dr. Sumadiono, Sp. A dalam webinar yang diadakan oleh Kalbe menyebutkan bahwa lupus bisa menyerang organ tubuh apa saja seperti kulit, mata, jantung, paru-paru, hingga psikologis.
Mengutip dari kompas.com disebutkan bahwa gejala penyakit lupus di antaranya munculnya bercak merah di pipi dan bagian tubuh lainnya, nyeri sendi hingga bengkak, demam, nyeri dada, rambut rontok, mata kering, sesak napas, dan lesi kulit saat terpapar sinar matahari.
Baca Juga: Jangan Anggap Sepele! Bintik Merah di Wajah Ternyata Bisa Menjadi Tanda Penyakit Mematikan Ini
Di samping itu, Founder Yayasan Syamsi dhuha Foundation yaitu Dian Syarif menyebutkan bahwa obat-obatan yang diterima pasien penyakit lupus pun tidak merata.
Terlebih kalau pasien menggunakan BPJS Kesehatan.
Di tambah ditemukan juga bahwa obat-obatan pasien penyakit lupus di RS Persahabatan bisa di-cover selama 1 bulan sementara di daerah hanya 2 minggu bahkan 1 minggu.
Padahal pasien penyakit lupus tidak boleh lepas dari obat-obatan setiap harinya.
Menjawab hal itu, M. Irwansyah Gani selaku perwakilan dari pihak BPJS Kesehatan KC Jakarta Timur menyampaikan jawabannya atas tidak meratanya pengadaan obat-obatan untuk pasien penyakit lupus.
"Perlu koordinasi dengan teman-teman di kantor cabang permasalahannya dimana. Jangan sampai permasalahan di distribusi atau memang ketersediaan obat," ujar Irwansyah dalam webinar yang diadakan Kalbe.
Tetapi pada dasarnya Irwansyah menyebutkan seharusnya pengadaan obat-obatan secara nasional sama dan tidak dibeda-bedakan berdasarkan daerah.
Irwansyah juga menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan juga tidak hanya bekerjasama dengan rumah sakit tetapi juga apotek di luar.
Irwansyah menyebutkan salah satu faktor yang membuat fasilitas kesehatan tidak bisa mengadakan obat-obat yang disediakan oleh pemerintah karena kendala perekonomian.
Baca Juga: Iseng Rutin Minum Air Kunyit, Wanita Ini Alami Hal Menakjubkan karena Penyakit Menahunnya Mereda
"Sering kali di daerah apoteknya gak banyak yang bersedia bergabung karena mereka sendiri memiliki keterbatasan. Oleh karena itu harapan kita bekerja sama dengan instalasi farmasi juga," ujar Irwansyah.
Kemudian Irwansyah juga menyebutkan bahwa pembayaran dari BPJS Kesehatan kepada pihak rumah sakit di 2021 ini cenderung baik sehingga seharusnya distribusi tersebut lancar.
Hanya saja Irwansyah kerap menemukan terdapat rumah sakit yang telat mengajukan pembayaran sehingga dana dari BPJS Kesehatan terlambat masuk.
Dengan begitu, Irwansyah mengharapkan tiap fasilitas kesehatan untuk berdiskusi dengan pihak BPJS Kesehatan kalau ternyata pengadaan obatnya tidak seperti kota-kota lainnya.
Source | : | Kompas.com,webinar |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR